Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Asas retroaktif atau Berlaku surut

    Asas retroaktif atau Berlaku surut adalah pemberlakuan peraturan perundang-undangan lebih awal dari pada saat pengundangannya. Pemberlakuan peraturan perundang-undangan pada dasarnya berlaku pada saat pengundangan, setiap norma yang terkandung didalamnya sudah berlaku mulai dari saat peraturan tersebut diundangkan. Karena itu sebuah peraturan tidak dapat dikenakan pada kejadian sebelum peraturan disahkan sesuai dengan asas legalitas.
    Asas legalitas adalah salah satu asas umum hukum pidana, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Dengan pengertian tersebut bahwa asas legalitas diterapkan pada perbuatan pidana atau hukum pidana, jika dirumuskan dalam norma maka pemberlakuan surut tersebut boleh dimuat namun harus dikecualikan untuk ketentuan pidana jika peraturan tersebut memuat ketentuan pidana.
Selain itu dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 berlaku surut tidak boleh dimuat dalam peraturan yang memberikan beban kepada masyarakat seperti penarikan pajak dan retribusi. Dalam penyusunan peraturan agar tidak terjadi kesewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan oleh pembuat kebijakan yang dapat merugikan masyarakat.
Secara umum pemberlakuan surut bisa diterapkan dalam peraturan kecuali ketentuan pidana dan pembebanan kepada masyarakat, namun untuk peraturan yang berlaku surut harus memuat status dari tindakan hukum yang terjadi atau hubungan hukum yang ada dalam tenggang waktu antara tanggal berlaku surut dan tanggal berlakunya peraturan tersebut.
Penormaan hubungan hukum dalam tenggang waktu tersebut dimaksudkan untuk memberikan “kepastian hukum” dalam tenggang waktu tersebut agar adanya kejelasan tindakan hukum, hubungan hukum dan akibat hukum dengan adanya berlaku surut dalam peraturan dengan penempatan norma tersebut dalam pasal atau bab “ketentuan peralihan”.
Dalam satu peraturan dapat diterapkan dua pemberlakuan sekaligus, diterapkan berlaku surut dan pemberlakuan pada saat tanggal pengundangan.
Walaupun pemberlakuan surut dapat diterapkan akan tetapi tidak berlaku peraturan kategori norma pidana dan pembebanan masyarakat dengan mudah diberlaku surutkan sebab untuk diberlakusurutkan suatu peraturan harus ada alasan yang kuat kenapa harus diberlakukan sebelum tanggal pengundangannya, tanpa alasan yang kuat tentu berlaku surut tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan menjadi alat kesewenang-wenangan.

Prosedur Berperkara Harta Bersama

 

Gugatan Harta Bersama

Prosedur Berperkara Harta Bersama

  1. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan harta bersama yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan.
  2. Penggugat membayar biaya perkara ke Bank yang jumlahnya sesuai dengan taksiran Meja I seperti tersebut dalam SKUM, kemudian menyerahkan surat gugatan yang disertai  bukti  slip pembayaran tersebut kepada petugas meja 1 untuk didaftarkan dalam buku register perkara.  Bagi Penggugat yang tidak mampu/miskin dapat mengajukan gugatan secara Cuma-Cuma/prodeo, dengan syarat melengkapi surat keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa  dan diketahui oleh Camat setempat.
  3. Dalam suarat gugatan harta bersama itu harus dijelaskan  objek yang menjadi sengketa , seperti ukuran dan batas-batasnya jika objek itu berupa tanah, merek, kode/tahun pembuatan jika barang digugat berupa mobil/sepeda motor atau barang elektronik, dan kalau perlu dilengkapi warna  dan lain-lain.
  4. Setelah gugatan didaftarkan, penggugat  dan tergugat tinggal menunggu panggilan sidang. Panggilan sidang nanti akan disampaikan oleh juru sita kealamat penggugat dan tergugat paling lama 3 hari kerja sebelum sidang dilaksanakan.
  5. Dalam  persidangan diupayakan perdamaian dan dilanjutkan dengan mediasi bagi kedua belah pihak yang hadir dimuka sidang. Penggugat dan tergugat bebas memilih hakim mediator atau pihak lain yang sudah punya sertifikasi sebagai mediator, dan biayanya menggunakan  mediator dari luar ditanggung sepenuhnya oleh penggugat.
  6. Pengajuan gugatan harta bersama ini atau dalam persidangan,  pihak penggugat atau tergugat dapat menggunakan jasa pengacara/advokat atau kuasa insidentil.
  7. Proses sidang, dimulai dari upaya perdamaian, pembacaaan gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian yang dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat, kesimpulan, musyawarah majelis dan putusan.

Prosedur Berperkara Gugatan Waris

 Gugatan Waris

Prosedur Berperkara Gugatan Waris

  1. Gugatan waris diajukan ke Pengadilan Agama oleh penggugat selaku ahli waris dan dapat pula  mengguganakan jasa pengacara/advokat atau kuasa insidentil. Jika menggunakan kuasa insidentil, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan  kepada Ketua Pengadilan Agama untuk menjadi kuasa insidentil, kemudian Ketua Pengadilan mengeluarkan surat izinnya.
  2. Pengajuan gugatan waris disertai dengan bukti  kematian pewaris dari Lurah/Kepala Desa dan silsilah ahli warisnya dan dipersiapkan pula dokumen bukti-bukti kepemilikan objek sengketa seperti sertifikat, akta jual beli, dan bukti kepemilikan lainnya.
  3. Dalam surat gugatan harus memuat secara lengkap objek-objek sengketa mengenai ukuran dan batas-batasnya tanah, merek dan tahun pembuatan dan kalau perlu dengan warnanya jika objeknya berupa mobil/Sepeda motor atau barang-barang elektronik.
  4. Pengujuan gugatan waris diajukan ke Pengadilan Agama  yang daerah hukumnya meliputi letak barang tetap  (objek sengketa) itu berada, kecuali barang-barang sengketa itu menyebar kepada beberapa wilayah Pengadilan Agama, maka penggugat dapat memilih salah satunya Pengadilan Agama dimana objek sengketa waris itu berada.
  5. Penggugat membayar panjar biaya perkara melalui Bank dan jumlahnya sesuai dengan taksiran meja 1 (SKUM) yang didasarkan pada PP 53 tahun 2008 dan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama tentang panjar biaya perkara. Bagi yang tidak mampu/miskin dapat mengajukan gugatan waris secara cuma-Cuma/prodeo, dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang diketahui oleh camat.
  6. Setelah gugatan didaftarkan di Pengadilan Agama, penggugat/kuasanya tinggal menuggu panggilan sidang yang disampaikan oleh juru sita. Panggilan disampaikan minimal 3 hari kerja sebelum sidang dilaksanakan.Proses sidang dimulai dari upaya perdamaian dan dilanjutkan dengan mediasi jika para pihak hadir dipersidangan. Dalam mediasi, para pihak bebas memilih mediator apakah berasal dari hakim atau pihak lain yang sudah memiliki sertifikat mediasi, dan segala biaya pengeluaran mediasi ditanggung oleh penggugat atau kedua belah pihak jika terdapat kesepakatan dengan tergugat.  Namun apabila  mengguganakan hakim mediator  tidak dipungut biaya.
  7. Proses sidang dimulai dari upaya perdamaian dan dilanjutkan dengan mediasi jika para pihak hadir dipersidangan. Dalam mediasi, para pihak bebas memilih mediator apakah berasal dari hakim atau pihak lain yang sudah memiliki sertifikat mediasi, dan segala biaya pengeluaran mediasi ditanggung oleh penggugat atau kedua belah pihak jika terdapat kesepakatan dengan tergugat.  Namun apabila  mengguganakan hakim mediator  tidak dipungut biaya.
  8. Setelah proses mediasi dilaksanakan, dan ternyata damai, maka dibuatkan akte perdamaian yang dikuatkan dalam putusan  majelis hakim yang bersangkutan. Namun jika tidak terjadi damai, pemeriksaan gugatan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian yang dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat, kesimpulan, musyawarah majelis dan putusan.

Prosedur Berperkara Itsbat Nikah (Voluntair)

 Itsbat Nikah (Voluntair)

Prosedur Berperkara Itsbat Nikah (Voluntair)

  1. Permohonan isbat nikah dapat di ajukan oleh suami isteri, atau salah satunya, anak, wali nikah, atau pihak lain yang berkepentingan yang ditujukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.
  2. Pengajuan isbat nikah dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan/permohonan perceraian.  Permohonan isbat nikah adalah termasuk perkara voluntair, tetapi jika salah seorang suami atau isteri meninggal dunia, maka permohonan perkara isbat nikah seperti ini termasuk kontentius, dan semua ahli warisnya harus dijadikan “pihak”.Permohonan penguasaan anak/hadhanah, nafkah anak, dan pembagian harta bersama dapat  diajukan bersama-sama dengan permohonan perceraian.
  3. Pihak Pemohon yang mengajukan isbat nikah, terlebih dahulu harus membayar panjar biaya perkara melaui Bank yang jumlahnya sesuai dengan taksiran meja 1 seperti tersebut dalam SKUM. Bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara, dapat mengajukannya dengan Cuma-Cuma/prodeo.
  4. Setelah pembayaran panjar biaya perkara dilakukan, kemudian pemohon mendaftarkan perkaranya ke Pengadilan Agama dengan melampirkan bukti slip pembayarkan lewat  Bank tersebut, dan selanjutnya pemohon pulang dan menunggu panggilan sidang.
  5. Ketua Pengadilan Agama, membuatkan PMH dan majelis hakim yang ditetapkan harus segera membuatkan PHS/ penetapan hari sidang, yang sebelumnya diumumkan dalam waktu 14 hari melalui radio. Dan setelah 14 hari  diumumkan itu, baru sidang dapat dilakukan, dan pemohon dipanggil oleh juru sita untuk menghadiri sidang itu,  minimal 3 hari kerja sebelum  sidang  dilaksanakan.
  6. Jika permohonan dikabulkan, Pengadilan Agama akan mengeluarkan Penetapan,  salinan penetapan ini dapat diambil dalam jangka waktu setelah 14 hari dari sidang pembacaan penetapat tersebut/sidang berakhir.
  7. Salinan Penetapan dapat diambil sendiri atau mewakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa, dan selanjutnya salinan penetapan ini dibawa dan diserahkan kepada Kantor KUA tempat tinggal pemohon, untuk dicatatkan dalam register dan menggantikannya dengan Buku Nikah.

SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN ASAL USUL ANAK

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN ASAL USUL ANAK

  1. Membuat Surat Permohonan (menyerahkan softcopy).
  2. Fotokopi KTP Pemohon (diberi materi dan cap POS).
  3. Fotokopi Buku nikah / Akta Cerai (diberi materi dan cap POS).
  4. Fotokopi Kartu Keluarga (diberi materi dan cap POS)
  5. Surat Keterangan lahir anak.
  6. Surat Keterangan Gaji/ Keterangan Penghasilan
  7. Membayar panjar biaya sesuai SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotokopi Buku Nikah Orang tua (P+L) 1 lembar
  3. Fotokopi KTP Orang tua (P+L) 1 Lembar
  4. Fotokopi Kartu keluarga Orang tua (P+L) 1 Lembar
  5. Fotokopi KTP Calon Pengantin (P+L) 1 Lembar
  6. Fotokopi Akte Lahir Calon Pengantin (P+L) 1 Lembar
  7. Fotokopi Ijazah terakhir Calon Pengantin (P+L) 1 Lembar
  8. Asli Surat Keterangan Penolakan dari KUA tempat menikah (Menerangkan Penolakan Karena Kurang Umur)
  9. Keterangan penghasilan suami dari kelurahan
  10. Rekomendasi dari Psikolog
  11. Rekomendasi dari KPAD/Dinas P2TP2A
  12. Rekomenadasi dari dokter kandungan/bidan
  13. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN PENGANGKATAN ANAK

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PENGANGKATAN ANAK

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotocopy KTP & KK orang tua kandung (Suami-isteri) & Fotocopy KTP calon orang tua angkat satu agama dgn anak
  3. Fotocopy surat pernyataan penyerahan anak dari orang lun kandung kepada calon orang tua angkat (materai) minimal 6 bulan sebelum permohonan
  4. Fotocopy buku nikah calon orang tua angkat
  5. Fotocopy akte kelahiran anak (dari orang tua kandung)
  6. Fotocopy Surat keterangan dari kepala desa / lurah tentang pengangkatan anak
  7. Fotocopy surat keterangan kesehatan dari RS / Puskesmas
  8. Fotocopy SKCK dari kepolisian untuk keperluan pengangkatan anak
  9. Fotocopy pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak (Materai)
  10. Rekomendasi sosial dari Dinas Sosial setempat (minimal bulan sebelum permohonan):
  11. Fotocopy bukti kepemilikan rumah / tempat tinggal calon orang tua angkat
  12. Fotocopy keterangan Penghasilan calon orang tua angkat/ slip gaji atau surat keterangan dari kepala desa menerangkan tentang penghasilan calon orang tua angkat
  13. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN WALI ADHOL

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN WALI ADHOL

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotokopi Buku Nikah /Duplikat kutipan Akta Nikah Orang Tua Pemohon
  3. Fotokopi KTP 1 Lembar (tidak boleh dipotong)
  4. Surat Keterangan Kepala KUA Setempat menerangkan penolakan karena WaliAdhol/Walimogok/Walibangkang)
  5. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN HADLONAH (HAK ASUH ANAK)

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN HADLONAH (HAK ASUH ANAK)

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotokopi Buku Nikah / Akte Cerai 1 Lembar
  3. Fotokopi KTP Pemohon 1 Lembar
  4. Fotokopi Kartu Keluarga Pemohon 1 Lembar
  5. Fotokopi Akte Kelahiran Anak 1 Lembar
  6. Surat Keterangan Gaji Keterangan Penghasilan (bagi PNS / TNI/POLRI / BUMN /BUMD)
  7. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN NIKAH / ISBAT NIKAH

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN NIKAH / ISBAT NIKAH

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotokopi KTP Pemohon (diberi materi dan cap POS)
  3. Fotokopi Kartu Keluarga (diberi materi dan cap POS)
  4. Surat Keterangan Pernikahan Tidak Tercatat dari KUA (difotokopi, diberi materai dan cap POS)
  5. Surat Keterangan kematian jika salah satu pihak telah meniggal dunia (difotokopi, diberi materai dan cap POS)
  6. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN IJIN POLIGAMI

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN IJIN POLIGAMI

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Menyerahkan Fotocopy KTP Pemohon (1 lembar).
  3. Menyerahkan Fotocopy KTP Istri Pertama (1 lembar)
  4. Menyerahkan Fotocopy KTP Calon Istri kedua(1 lembar
  5. Menyerahkan Fotocopy Akta Nikah Pemohon.
  6. Menyerahkan Surat Pernyataan tidak keberatan untuk Poligami dari Istri pertama.
  7. Menyerahkan Surat Pernyata akan berlaku adil dari Pemohon.
  8. Menyerahkan Surat Harta bersama yang diperoleh dengan Istri pertama
  9. yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Desa/Kepala Kelurahan.
  10. Menyerahkan Surat Keterangan Penghasilan Pemohon
  11. Menyerahkan Fotocopy Akta Cerai jika calon istri kedua janda cerai, jika janda mati maka harus melampirkan Surat Kematian dari Kepala Desa/Kepala Kelurahan.
  12. Menyerahkan Surat Ijin dari Pejabat yang berwenang (jika Pemohon sebagai PNS, TNI/POLRI).
  13. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN PERWALIAN ANAK

 

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PERWALIAN ANAK

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotokopi Buku Nikah / Akte Cerai Pemohon 1 Lembar
  3. Fotokopi KTP Pemohon 1 Lembar
  4. Fotokopi Kartu Keluarga Pemohon 1 Lembar
  5. Fotokopi Akte Kelahiran Anak 1 Lembar
  6. Fotokopi Akte Kematian 1 Lembar
  7. Fotokopi Surat Keterangan Penghasilan Pemohon (optional) 1 Lembar
  8. Fotokopi Karip (Untuk PNS) 1 Lembar
  9. Asli Surat Pernyataan Pemohon tidak akan melakukan kekerasan pada anak yang dibuat oleh Pemohon bermaterai Rp. 10.000,-
  10. Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Wali
  11. Surat Pernyataan tidak pernah dan tidak akan melakukan:
    1. kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah terhadap anak; atau
    2. penerapan hukum fisik dengan alasan apapun termasuk untuk penegakan disiplin terhadap anak:
  12. Rekomendasi dari Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Cirebon.
  13. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN PENETAPAN AHLI WARIS

 

Syarat Berperkara


SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN PENETAPAN AHLI WARIS

  1. Membuat Surat Permohonan (disertai softcopy).
  2. Fotokopi KTP Para Pemohon 1 lembar
  3. Fotokopi Kartu Keluarga Para Pemohon lembar
  4. Fotokopi Akte Lahir Para Pemohon 1 lembar
  5. Fotokopi Buku Nikah / Akta Cerai Pewaris lembar
  6. Fotokopi Kartu Keluarga Pewaris 1 lembar
  7. Fotokopi Surat Kematian Pewaris 1 lembar
  8. Fotokopi Surat Keterangan Ahli Waris dari kelurahan/desa diketahui kecamatan 1 lembar
  9. Bagan Silsilah Keluarga 1 Lembar
  10. Fotokopi Kartu Identitas Pensiun (Kalau Ada)
  11. Fotokopi Buku Tabungan Bank / Fotokopi Sertifikat Tanah atau Rumah 1 lembar
  12. Fotokopi Akta/Surat Keterangan Kematian
  13. Membayar panjar biaya perkara.

Catatan :

  • Persyaratan asli dibawa saat persidangan.
  • Persyaratan alat bukti dileges (diberi materai Rp. 10.000,- dan di cap POS).
  • Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk/perintah Majelis Hakim di dalam persidangan.
  • Semua potokopi dokumen permohonan menggunakan kertas A4.

Pengertian Actus Reus dan Mens Rea

Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku/ keadaan mental atau jiwa pelaku pada saat melakukan perbuatan.
Pada kondisi mental yang normal seseorang memiliki keseimbangan dalam diri yang mampu menyadari potensinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup normal pada berbagai situasi dalam kehidupannya. Kondisi mental terganggu karena ada dorongan kondisi yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi diantaranya.

Syarat Perbuatan Dianggap Melanggar Hukum
Suatu perbuatan dianggap telah melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana, harus dipenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur actus reus (physical element) dan unsur mens rea (mental element). Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan.

Dalam ilmu hukum pidana, perbuatan lahiriah itu dikenal sebagai actus reus, sedangkan kondisi jiwa atau sikap kalbu dari pelaku perbuatan itu disebut mens rea. Jadi actus reus adalah merupakan elemen luar (external element), sedangkan mens rea adalah unsur kesalahan (fault element) atau unsur mental (mental element).


Seseorang dapat dipidana tidak cukup hanya karena orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Sehingga, meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam peraturan perundang-undangan dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision) namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Hal ini karena harus dilihat sikap batin (niat atau maksud tujuan) pelaku perbuatan pada saat melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum tersebut.

Zainal Abidin Farid berpendapat bahwa unsur actus reus yaitu perbuatan harus didahulukan. Setelah diketahui adanya perbuatan pidana sesuai rumusan undang-undang selanjutnya barulah diselidiki tentang sikap batin pelaku atau unsur mens rea. Dengan demikian maka unsur perbuatan pidana harus didahulukan, selanjutnya apabila terbukti barulah mempertimbangkan tentang kesalahan terdakwa yang merupakan unsur pertanggungjawaban pidana.

Delik disebut sebagai unsur subyektif apabila unsur-unsurnya terbukti maka berarti terbuktinya pertanggung-jawaban pembuat delik. Unsur-unsurnya adalah kemampuan bertanggungjawab, kesalahan dalam arti luas, tidak adanya alasan pemaaf yang semuanya melahirkan schuld-haftigkeit uber den tater yaitu hal dapat dipidananya pembuat delik.

Perbedaan antara unsur-unsur perbuatan melawan hukum atau perbuatan kriminal dan pertanggungjawaban pembuat delik tidak berarti bahwa keduanya tidak saling berhubungan. Hal ini harus diingat bahwa onrechtmatigheid atau hal melanggar hukum itu sebagai ketentuan timbul dari norma yang atas pelanggarannya dinyatakan sebagai dapat dihukum. Di dalam rumusan dari sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka unsur kesengajaan dapat dianggap sebagai termasuk di dalamnya karena menurut ketentuan hal tersebut memang disyaratkan.


Utrecht berpandangan Mens Rea adalah sikap batin pelaku perbuatan pidana. Berbeda dengan actus reus yang menyangkut perbuatan yang melawan hukum (unlawful act), mens rea mencakup unsur-unsur pembuat tindak pidana yaitu sikap batin yang disebut unsur subyektif suatu tindak pidana atau keadaan psikis pembuat.
Utrecht menyatakan bahwa pertanggung jawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana (schuld in ruimte zin) terdiri atas tiga anasir yaitu: Kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid) dari pembuat Suatu sikap psikis pembuat berhubung dengan kelakuannya, yaitu Kelakuan disengaja (anasir sengaja), dan Kelakuan kurang berhati-hati atau lalai (anasir kealpaan) atau culpa (schuld in enge zin). Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana pembuat (anasir toerekeningsvatbaarheid).

Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai unsur dari setiap tindak pidana, hal ini berdasarkan pendapat doktrin Satochid Kartanegara membedakan dalam dua bentuk yaitu:
  1. Wederrechtelijk formil yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
  2. Wederrechtelijk materiil yaitu sesuatu perbuatan mungkin wederrechtelijk walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Dengan demikian wederrechte-lijk formil bersandar pada undang-undang, sedangkan wederrechtelijk materiil tidak bersandarkan pada undang-undang, melainkan pada asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum, atau apa yang dinamakan algemene beginselen.

Sedangkan beberapa ahli hukum memberikan arti sebagai berikut : Simons menyatakan bahwa sebagai dasar pertanggung jawaban pidana adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang dapat dipidana dan berdasarkan kejiwaannya karena kelakuannya.

Dengan demikian untuk adanya kesalahan pada pelaku harus dicapai dan ditentukan terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut pelaku, yaitu; Kemampuan bertanggung jawab (toerekenings-vatbaarheid), Hubungan kejiwaan (psychologische betrekking) antara pelaku dan akibat yang ditimbulkan Dolus atau Culpa.

Global Tax identity Number (TIN)

Global Tax identity Number (TIN) merupakan gagasan pemberian nomor identitas untuk wajib pajak yang berlaku universal. Dengan global TIN, semua perusahaan yang tergabung dalam satu perusahaan multinasional akan mendapatkan nomor unik yang sama, yang membedakan hanyalah kode negara dimana perusahaan multinasional tersebut beroperasi, serta nomor afiliasi / cabang / permanent establishment dari unit bisnis yang ada di perusahaan multinasional tersebut.

Dengan diimplementasikannya global TIN, diharapkan identifikasi perusahaan multinasional menjadi lebih mudah, pertukaran data pajak antar negara menjadi lebih cepat dan lebih baik, dan kemungkinan terjadinya transfer pricing yang merugikan negara tertentu dapat diminimize.

COD (Certificate of Domicile) Atau Surat Keterangan Domisili (SKD)

COD (Certificate of Domicile) atau SKD merupakan bukti seorang person sebagai resident suatu negara.COD biasanya digunakan untuk memanfaatkan tax treaty. Jika pemberi penghasilan (WPDN) dari Indonesia tidak bisa mendapatkan COD dari mitra bisnis dari Luar Negeri maka WPDN wajib memotong PPh berdasarkan Pasal 26 UU PPh, namun kalau bisa maka WPDN akan memotong sebesar PPh sebesar tarif yang tercantum pada tax treaty.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 24/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ ./2009 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA 

PER- /PJ/2018 TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Pengertian das sein dan das sollen

Das sein adalah realitas yang telah terjadi. Sementara das sollen adalah kaidah dan norma, serta kenyataan soal apa yang seharusnya dilakukan. Keduanya memiliki arti antara kenyataan serta harapan. Das sein merupakan kenyataan atas peristiwa konkret dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen.

Menurut Sudikno Mertokusumo das sollen adalah kenyataan normatif atau apa yang seyogyanya dilakukan. Sedangkan das sein adalah kenyataan alamiah atau peristiwa konkret.

“Barang siapa mencuri harus dihukum”, “barang siapa membeli sesuatu harus membayar” adalah suatu kenyataan normatif atau apa yang seharusnya terjadi (das sollen). Sedangkan jika nyata-nyata seseorang telah mencuri atau seseorang membeli sesuatu tidak membayar maka terjadi kenyataan alamiah atau terjadi peristiwa konkret (das sein).

Lebih lanjut, Sudikno, menerangkan bahwa kaidah hukum sebagai ketentuan atau pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan, memerlukan peristiwa konkret (das sein), karena peritiwa konkret merupakan aktivator yang diperlukan untuk dapat membuat aktif kaidah hukum.

Di sisi lain, suatu peristiwa konkret baru bisa menjadi peristiwa hukum perlu ada kaidah hukum. Peristiwa hukum adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan akibat hukum, atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbul atau lenyapnya hak dan kewajiban.

Misalnya: merokok adalah peristiwa konkret, tetapi kalau ada orang merokok di dekat pompa bensin yang ada papan larangan merokok dan kemudian terjadi kebakaran yang disebabkan oleh rokok orang tersebut, maka merokok menjadi peristiwa hukum yang menyebabkan si perkok dihukum.

Menurut Sabian Utsman dalam Metodologi Penelitian Hukum Progresif, das sollen dan das sein ditemukan dalam penelitian hukum. Penelitian hukum setidaknya mendiskusikan antara apa yang seharusnya hukum sebagai fakta hukum (das sollen) yang diungkapkan para ahli hukum dalam tataran teoritik (law in the books). Pada tataran ini, lebih pada kajian dasar-dasar normatif (hukum dalam bentuk cita-cita bagaimana seharusnya) dengan apa yang senyatanya (das sein) lebih kepada hukum sebagai fakta, yaitu hukum yang hidup berkembang dan berproses di masyarakat (law in action). Sabian mencontohkan das sollen dan das sein sebagai berikut:
Seharusnya (das sollen) = Pemerkosaan itu melanggar hukum
Senyatanya (das sein) = Pemerkosaan itu tidak mudah dihukum.
Pertanyaan: Mengapa pemerkosa sering dinyatakan tidak terbukti bersalah pada saat pemeriksaan pengadilan? Dalam hal ini ada selisih antara das sollen dan das sein, di mana seharusnya pemerkosa itu dihukum karena perbuatan tersebut benar-benar dilakukan, tetapi senyatanya sering tidak terbukti bersalah sesuai ketentuan yang berlaku.



TUGAS DAN WEWENANG KEJAKSAAN

TUGAS DAN WEWENANG
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Bagian Pertama pada BAB III TUGAS DAN WEWENANG yang telah diubah sehingga berbunyi “Diantara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 30A, Pasal 30B, dan Pasal 30C”.

Pasal 30 ayat (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
  • melakukan penuntutan;
  • melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  • melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
  • melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang
  • melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Ayat (2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Ayat (3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
  • peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
  • pengamanan kebijakan penegakan hukum;
  • pengawasan peredaran barang cetakan;
  • pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
  • pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
  • penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pasal 30A berbunyi:
Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.

Pasal 30B berbunyi :
Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang:
  • menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamarlan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum;
  • menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan;
  • melakukan kerja sarna intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar negeri;
  • melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, nepotisme; dan
  • melaksanakan pengawasan multimedia.

Pasal 30C berbunyi :
Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B Kejaksaan:
  • menyelenggarakan kegiatan statistik kriminal dan kesehatan yustisial Kej aksaan ;
  • turut serta dan aktif dalam pencarian kebenaran atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan konflik sosial tertentu demi terwujudnya keadilan;
  • turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya;
  • melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan pidana pengganti serta restitusi;
  • dapat memberikan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaloeya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik atas permintaan instansi yang berwenang;
  • menjalankan fungsi dan kewenangannya di bidang keperdataan dan/atau bidang publik lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang;
  • melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan uang pengganti;
  • mengajukan peninjauan kembali; dan i. melakukan penyadapan berdasarkan Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana.

PROSES BERACARA PERKARA PERDATA

PROSES BERACARA PERKARA PERDATA

TATA CARA PELAKSANAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERKARA PERDATA


PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT PERTAMA
  • Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi:
    1. Surat Permohonan / Gugatan
    2. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat)
  • Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri.
  • Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir.
  • Memberikan SKUM yang telah dibayar dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
  • Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan.
  • Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.
  • Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan


PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT BANDING
  • Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Neger bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi:
    1. Surat Permohonan Banding;
    2. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
    3. Memori Banding
  • Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan/SKUM di Kasir;
  • Memberikan SKUM yang telah dibayar dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
  • Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan.
  • Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas.
  • Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra Memori Banding.
  • Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru Sita Pengganti.


PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT KASASI
  • Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :
    1. Surat Permohonan Kasasi;
    2. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
    3. Memori Kasasi
  • Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
  • Memberikan SKUM yang telah dibayar dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
  • Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
  • Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas.
  • Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori Kasasi.
  • Menunggu kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.