Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

PROSEDURAL AUDIT PIUTANG USAHA

PROSEDURAL AUDIT PIUTANG USAHA

Pengertian Kepastian Hukum

Kepastian hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang dibuat serta diundangkan dengan pasti. Hal ini dikarenakan kepastian hukum dapat mengatur dengan jelas serta logis sehingga tidak akan menimbulkan keraguan apabila ada multitafsir. Sehingga tidak akan berbenturan serta tidak menimbulkan konflik dalam norma yang ada di masyarakat.


Sedangkan menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama adanya peraturan yang memiliki sifat umum untuk dapat membuat seorang individu mengetahui apa perbuatan yang boleh serta tidak boleh dilakukan. Sementara pengertian yang kedua adalah keamanan hukum untuk seorang individu dari kesewenangan pemerintah sebab, dengan adanya peraturan yang berisfat umum itu, individu dapat mengetahui apa yang boleh dibebankan serta apa yang boleh dilakukan oleh negara terhadap seorang individu.
Kepastian hukum juga dapat disimpulkan sebagai kepastian aturan hukum serta bukan kepastian tindakan terhadap tindakan yang sesuai dengan aturan hukum.

Teori Kepastian Hukum Menurut Menurut Para Ahli

Gustav Radbruch

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, teori kepastian hukum merupakan salah satu dari tujuan hukum dan dapat dikatakan bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari upaya untuk dapat mewujudkan keadilan. Kepastian hukum sendiri memiliki bentuk nyata yaitu pelaksanaan maupun penegakan hukum terhadap suatu tindakan yang tidak memandang siapa individu yang melakukan. Melalui kepastian hukum, setiap orang mampu memperkirakan apa yang akan ia alami apabila ia melakukan suatu tindakan hukum tertentu.
Kepastian hukum pun diperlukan guna mewujudkan prinsip-prinsip dari persamaan dihadapan hukum tanpa adanya diskriminasi. Dari kata kepastian, memiliki makna yang erat dengan asas kebenaran. Artinya, kata kepastian dalam kepastian hukum merupakan suatu hal yang secara ketat dapat disilogismeka dengan cara legal formal.

Dengan kepastian hukum, maka akan menjamin seseorang dapat melakukan suatu perilaku yang sesuai dengan ketentuan dalam hukum yang berlaku dan begitu pula sebaliknya. Tanpa adanya kepastian hukum, maka seorang individu tidak dapat memiliki suatu ketentuan baku untuk menjalankan suatu perilaku. Sejalan dengan tujuan tersebut, Gustav Radbruch pun menjelaskan bahwa kepastian hukum merupakan salah satu tujuan dari hukum itu sendiri.

Gustav Radbruch menjelaskan, bahwa dalam teori kepastian hukum yang ia kemukakan ada empat hal mendasar yang memiliki hubungan erat dengan makna dari kepastian hukum itu sendiri, yaitu sebagai berikut.Hukum merupakan hal positif yang memiliki arti bahwa hukum positif ialah perundang-undangan.
Hukum didasarkan pada sebuah fakta, artinya hukum itu dibuat berdasarkan pada kenyataan.
Fakta yang termaktub atau tercantum dalam hukum harus dirumuskan dengan cara yang jelas, sehingga akan menghindari kekeliruan dalam hal pemaknaan atau penafsiran serta dapat mudah dilaksanakan.
Hukum yang positif tidak boleh mudah diubah.

Pendapat Gustav Radbruch mengenai kepastian hukum tersebut, didasarkan pada pandangannya mengenai kepastian hukum yang berarti adalah kepastian hukum itu sendiri. Gustav Radbruch mengemukakan, bahwa kepastian hukum adalah salah satu produk dari hukum atau lebih khususnya lagi merupakan produk dari perundang-undangan.

Berdasarkan pendapat dari Gustav Radbruch mengenai kepastian hukum, hukum merupakan hal positif yang mampu mengatur kepentingan setiap manusia yang ada dalam masyarakat dan harus selalu ditaati meskipun, hukum positif tersebut dinilai kurang adil. Lebih lanjut, kepastian hukum merupakan keadaan yang pasti, ketentuan maupun ketetapan.

Secara hakiki hukum haruslah bersifat pasti dan adil. Maksudnya, hukum yang pasti adalah sebagai pedoman kelakukan serta adil adalah pedoman kelakukan yang harus menunjang antara suatu tatanan dan dinilai wajar. Hanya dengan bersifat pasti dan adil lah, maka hukum pada dijalankan sesuai dengan fungsi yang dimilikinya.

Jan M. Otto

Jan M. Otto pun turut berpendapat mengenai kepastian hukum yang disyaratkan menjadi beberapa hal sebagai berikut.Kepastian hukum menyediakan aturan hukum yang jelas serta jernih, konsisten serta mudah diperoleh atau diakses. Aturan hukum tersebut haruslah diterbitkan oleh kekuasaan negara dan memiliki tiga sifat yaitu jelas, konsisten dan mudah diperoleh.
Beberapa instanti penguasa atau pemerintahan dapat menerapkan aturan hukum dengan cara yang konsisten serta dapat tunduk maupun taat kepadanya.
Mayoritas warga pada suatu negara memiliki prinsip untuk dapat menyetujui muatan yang ada pada muatan isi. Oleh karena itu, perilaku warga pun akan menyesuaikan terhadap peraturan yang telah diterbitkan oleh pemerintah.
Hakim peradilan memiliki sifat yang mandiri, artinya hakim tidak berpihak dalam menerapkan aturan hukum secara konsisten ketika hakim tersebut dapat menyelesaikan hukum.
Keputusan dari peradilan dapat secara konkrit dilaksanakan.

Menurut Jan M. Otto kelima syarat dalam kepastian hukum tersebut menunjukan, bahwa kepastian hukum dapat dicapai, apabila substansi hukum sesuai dengan kebutuhan yang ada pada masyarakat.

Jan M. Otto pun menjelaskan aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum ialah hukum yang lahir melalui dan dapat mencerminkan budaya yang ada di masyarakat. Teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Jan M. Otto dapat disebut sebagai kepastian hukum yang sebenarnya atau realistic legal certainly, artinya kepastian hukum tersebut dapat mensyaratkan bahwa ada keharmonisan yang hadir di antara negara dengan rakyat yang memiliki orientasi serta memahami sistem hukum negara tersebut.

Menurut pendapat dari Jan Michiel Otto, kepastian hukum yang sesungguhnya dapat lebih berdimensi yuridis. Akan tetapi, terbatas pada lima situasi yang telah dijelaskan di atas. Jan M. Otto pun berpendapat, bahwa hukum haruslah ditegakan oleh instansi penegak hukum yang memiliki tugas untuk dapat menjamin kepastian hukum itu sendiri, demi tegaknya ketertiban maupun keadilan yang hadir dalam hidup masyarakat.

Sudikno Mertokusumo

Berbeda pendapat dengan Gustav Radbruch yang mengungkapkan bahwa kepastian hukum adalah salah satu dari tujuan hukum, Sudikno Mertokusumo mengungkapkan bahwa kepastian hukum adalah sebuah jaminan agar hukum dapat berjalan dengan semestinya, artinya dengan kepastian hukum individu yang memiliki hak adalah yang telah mendapatkan putusan dari keputusan hukum itu sendiri.

Sudikno pun menjelaskan, bahwa meskipun kepastian hukum berkaitan erat dengan keadilan akan tetapi hukum serta keadilan itu sendiri adalah dua hal yang berbeda. Hukum memiliki sifat-sifat berupa umum, mengikat setiap individu, menyamaratakan, sedangkan keadilan sendiri memiliki sifat yang berbeda yaitu subyektif, individualistis serta tidak menyamaratakan. Dari sifat yang ada pada hukum dan keadilan itu sendiri, dapat dilihat dengan jelas bahwa keadilan dan hukum adalah hal yang berbeda.

Sehingga, kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum yang sesuai dengan bunyinya. Sehingga, masyarakat pun dapat memastikan bahwa hukum yang ada dan tercantum dapat dilaksanakan. Dalam memahami nilai-nilai dari kepastian hukum, maka ada hal yang harus diperhatikan yaitu, bahwa nilai tersebut memiliki relasi yang erat dengan instrumen hukum positif serta peranan negara dalam melakukan aktualisasi pada hukum positif tersebut.

Nusrhasan Ismail

Nusrhasan Ismail berpendapat bahwa penciptaan dalam kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan memerlukan beberapa persyaratan yang berhubungan dengan struktur internal dalam norma hukum itu sendiri.

Persyaratan internal yang dimaksud oleh Nusrhasan Ismail ialah sebagai berikuAdanya kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum tersebut berisi mengenai deskripsi dari perilaku tertentu yang kemudian dijadikan menjadi satu ke dalam konsep-konsep tertentu pula.
Hadirnya kejelasan hirarki yang dinilai penting, karena menyangkut sah atau tidak sahnya. Serta mengikat atau tidak mengikatnya dalam suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat. Kejelasan hirarki tersebut, dapat memberikan arahan sebagai bentuk dari hukum yang memiliki kewenangan untuk dapat membentuk suatu peraturan dari perundang-undangan tertentu.
Adanya konsistenti pada norma hukum perundang-undanga. Maksudnya, ketentuan yang ada pada sejumlah peraturan undang-undang tersebut memiliki kaitan dengan satu subyek tertentu dan tidak saling bertentangan dengan satu dan yang lainnya.

Lebih lanjut, Nusrhasan Ismail menjelaskan bahwa kepastian hukum menghendaki adanya suatu upaya peraturan hukum dalam undang-undang yang dibuat oleh pihak-pihak berwenang maupun berwibawa. Sehingga aturan yang dibentuk tersebut memiliki suatu aspek yang yuridis serta dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum memiliki fungsi sebagai sebuah peraturan yang harus dan wajib ditaati oleh masyarakat atau warga negaranya.

Hukum Lon Fuller

Melalui buku Lon Fuller berjudul “The Morality of Law” ia menjelaskan bahwa ada delapan asas yang harus dipenuhi oleh hukum. Apabila delapan asas tersebut tidak terpenuh, maka hukum yang hadir akan gagal untuk kemudian dapat disebut sebagai hukum, atau dapat dikatakan bahwa dalam hukum harus ada kepastian hukum.

Dari penjelasan Lon Fuller, dapat disimpulkan bahwa kepastian hukum yang ia kemukakan memiliki pengertian dan tujuan yang sama seperti yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo. Bahwa kepastian hukum adalah jaminan agar hukum yang ada dapat berjalan dengan semestinya.

Lon Fuller pun menjelaskan kedelapan asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yaitu sebagai berikut.Sistem yang dibuat oleh pihak berwenang dan berwibawa haruslah terdiri dari peraturan yang tidak berdasarkan pada putusan sesaat balaka untuk hal-hal tertentu.
Peraturan yang ditetapkan oleh pihak berwenang dan berwibawa harus diumumkan kepada publik.
Peraturan yang ditetapkan tidak berlaku surut, karena dapat merusak integritas suatu sistem.
Peraturan tersebut dibuat dalam sebuah rumusan yang dapat dimengerti oleh masyarakat umum.
Peraturan satu dan lainnya tidak boleh ada yang saling bertentangan.
Suatu peraturan yang telah ditetapkan tidak boleh menuntut suatu tindakan yang kiranya melebihi apa yang dapat dilakukan.
Peraturan yang telah ditetapkan tidak boleh terlalu sering diubah-ubah.
Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, harus memiliki kesesuaian antara peraturan serta dalam hal pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari kedelapan asas yang dikemukakan oleh Lon Fuller, dapat disimpulkan bahwa harus ada kepastian di antara peraturan serta pelaksaan hukum tersebut, dengan begitu hukum positif dapat dijalankan apabila telah memasuki ke ranah perilaku, aksi, serta faktor yang dapat memengaruhi bagaimana hukum itu berjalan.

 Apeldoorn

Menurut Apeldoorn, kepastian hukum memiliki dua segi yang harus dipahami, yaitu: segi yang pertama adalah mengenai bepaalbaarheid atau dapat dibentuknya hukum melalui beberapa hal yang sifatnya adalah konkret. Artinya, pihak yang mencari keadilan dapat mengetahui bahwa hukum dalam hal khusus sebelum memulai suatu perkara.
Semenatara segi kedua, kepastian hukum memiliki arti kemanan hukum. Apeldoorn mengemukakan bahwa kepastian hukum merupakan suatu perlindungan bagi beberapa pihak terhadap kesewenangan seorang hakim.

Melalui paradigma positivisme, Apeldoorn pun mengemukakan bahwa definisi hukum haruslah melarang seluruh aturan yang ada dan mirip menyerupai hukum, akan tetapi tidak memiliki sifat untuk memerintah atau perintah yang berasal dari otoritas yang memiliki kedaulatan. Kepastian hukum menurut Apeldoorn haruslah dijunjung dengan tinggi, apapun akibatnya serta tidak ada alasan apapun untuk tidak menjunjung tinggi kepastian hukum karena sesuai dengan paradigmanya, hukum positif dalam kepastian hukum adalah satu-satunya hukum.

Teori Keadilan

Teori Keadilan Menurut Plato

Menurut Plato, keadilan didefinisikan sebagai emansipasi dan partisipasi warga polis atau negara dalam memberikan gagasan mengenai kebaikan untuk negara. Kemudian, hal tersebut dijadikan sebagai pertimbangan filsafat bagi suatu undang-undang.
Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adila secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.

Teori Keadilan Menurut Hans Kelsen
Hans Kelsen mendefinisikan keadilan sebagai suatu tata tertib sosial tertentu yang di bawah lindungan, di dalamnya pun terdapat usaha untuk mencari kebenaran yang dapat berkembang dan subur. Oleh sebab itu, keadilan baginya merupakan keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, keadilan toleransi, dan keadilan demokrasi.

Teori Keadilan Menurut Aristoteles
Aristoteles dalam karyanya berjudul “Etika Nichomachea” memaparkan mengenai pemikiran-pemikirannya tentang keadilan. Bagi Aristoteles, keutamaan terlihat dari ketaatan terhadap hukum (hukum polis pada saat itu baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) merupakan suatu keadilan.
Teori Aristoteles dikemukakan oleh Theo Huijbers sebagai berikuKeadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik. Disini berlaku kesamaan geometris. Misalnya seorang bupati jabatannya dua kali lebih penting dibandingkan dengan camat, maka bupati harus mendapatkan kehormatan dua kali lebih banyak daripada camat. Kepada yang sama penting diberikan yang sama, dan yang tidak sama penting diberikan yang tidak sama.
Keadilan dalam jual-beli. Menurutnya harga barang tergantung kedudukan dari para pihak. Ini sekarang tidak mungkin diterima.
Keadilan sebagai kesamaan aritmatis dalam bidang privat dan juga publik. Kalau seorang mencuri, maka ia harus dihukum, tanpa mempedulikan kedudukan orang yang bersangkutan. Sekarang, kalau pejabat terbukti secara sah melakukan korupsi, maka pejabat itu harus dihukum tidak peduli bahwa ia adalah pejabat.
Keadilan dalam bidang penafsiran hukum. Karena undang- undang itu bersifat umum, tidak meliputi semua persoalan konkret, maka hakim harus menafsirkannya seolah-olah ia sendiri terlibat dalam peristiwa konkret tersebut. Menurut Aristoteles, hakim tersebut harus memiliki epikeia, yaitu “suatu rasa tentang apa yang pantas”.

Teori Keadilan Menurut Reinhold Zippelius
Berikut bentuk keadilan yang telah dirumuskan oleh Reinhold Zippelius:
  1. Keadilan komutatif adalah keadilan timbal balik yang terjadi ketika warga masyarakat melakukan transaksi kontraktual. Keadilan terjadi pada saat pemulihan dari keadaan cidera hak, misalnya pemberian ganti rugi bagi pihak yang dirugikan.
  2. Keadilan distributif yaitu keadilan dalam pembagian. Misalnya dalam lapangan hukum perdata, jika ada orang memecahkan barang di toko, ia harus menggantinya tanpa melihat latar belakang sosial ekonominya. Keadilan distributif ini juga relevan dalam kerangka keadilan sosial.
  3. Keadilan pidana yang dijadikan dasar dan tujuan pengenaan hukum pidana. Salah satunya asas nulla poena sine lege praevia.
  4. Keadilan hukum acara ditentukan oleh kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk menegaskan posisinya dan hakim yang tidak berat sebelah.
  5. Keadilan konstitusional berkaitan dengan penentuan syarat-syarat pemangkuan jabatan kenegaraan misalnya dalam pemilu.

Teori Keadilan Menurut Jeremy Bentham dan John Stuart Mill
Jeremy Bentham dan John Stuart Mill mewakili pandangan dari utilitarianisme yang mendefinisikan keadilan sebagai manfaat atau kebahagiaan sebesar-besarnya untuk orang sebanyak mungkin.

Teori Keadilan Menurut Gustav Radbruch
Gustav Radburch mendefinisikan keadilan dengan beberapa pandangan sebagai berikut.
Keadilan dimaknai sebagai sifat atau kualitas pribadi. Keadilan subjektif menjadi keadilan sekunder. Keadilan sekunder sendiri merupakan pendirian atau sikap, pandangan dan keyakinan yang diarahkan kepada terwujudnya keadilan objektif sebagai keadilan yang primer.
Sumber keadilan berasal dari hukum positif dan cita hukum (rechtsidee).
Inti dari keadilan adalah kesamaan. Dalam hal ini Radbruch mengikuti pandangan Aristoteles dan membagi keadilan menjadi keadilan distributif dan keadilan komutatif.

Teori Keadilan Menurut Derrida
Derrida mendefinisikan keadilan tidak didapatkan dari sumber-sumber dalam tatanan hukum. Melainkan dari sesuatu yang melampaui hukum itu sendiri. Baginya, keadilan tidak berarti kesesuaian dengan undang-undang karena kesesuaian dengan undang-undang belum memastikan atau tidak menjamin adanya keadilan.

Teori Keadilan Menurut Roscoe Pound
Menurut Roscoe Pound, keadilan merupakan hasil-hasil konkret yang dapat diberikan kepada masyarakat. Ia melihat bahwa hasil yang didapatkan haruslan berupa pemuasan kebutuhan manusia semaksimal mungkin dengan pengorbanan seminimal mungkin.

Pound mengatakan bahwa ia sendiri senang melihat “semakin meluasnya pengakuan dan pemuasan terhadap kebutuhan, tuntutan atau keinginan-keinginan manusia melalui pengendalian sosial; semakin meluas dan efektifnya jaminan terhadap kepentingan sosial; suatu usaha untuk menghapuskan pemborosan yang terus-menerus dan semakin efektif dan menghindari perbenturan antara manusia dalam menikmati sumber-sumber daya, singkatnya social engineering semakin efektif”.

Teori Keadilan Menurut Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, keadilan merupakan suatu perbuatan yang dapat mencapai “adil” ketika telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keadilan atau rasa keadilan akan dapat tercapai ketika adanya kesepakatan antara dua pihak yang telah berjanji.
Perjanjian dimaknai atau diwujudkan dengan luas, tidak hanya sebatas perjanjian dua pihak yang sedang mengadakan kontrak bisnis, sewa-menyewa, dan lain-lain. Melainkan perjanjian juga termasuk jatuhan putusan antara hakim dan terdakwa, peraturan perundang-undangan yang tidak memihak pada satu pihak saja, tetapi saling mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan publik.

Teori Keadilan Menurut John Rawls
John Rawls mendefinisikan keadilan sebagai fairness (justice as fairness). Pendapat John Rawls didasarkan pada teori kontrak sosial Locke dan Rosseau serta ajaran deontology dari Imanuel Kant.
Berikut beberapa pendapatnya mengenai keadilan.
Keadilan juga merupakan suatu hasil dari pilihan yang adil. adil berasal dari anggapan Rawls bahwa sebenarnya manusia dalam masyarakat itu tidak tahu posisinya yang asli, tidak tahu tujuan dan rencana hidup mereka, dan mereka juga tidak tahu mereka milik dari masyarakat apa dan dari generasi mana (veil of ignorance). Dengan kata lain, individu dalam masyarakat itu adalah entitas yang tidak jelas. Karena itu orang lalu memilih prinsip keadilan.
Keadilan sebagai fairness menghasilkan keadilan prosedural murni. Dalam keadilan prosedural murni tidak ada standar untuk menentukan apa yang disebut “adil” terpisah dari prosedur itu sendiri. Keadilan tidak dilihat dari hasilnya, melainkan dari sistem (atau juga proses) itu sendiri.
Dua prinsip keadilan. Pertama, adalah prinsip kebebasan yang sama sebesar- besarnya (principle of greatest equal liberty). Prinsip ini mencakup beberapa hal berikut ini.Kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik (hak bersuara, hak mencalonkan diri dalam pemilihan);
Kebebasan berbicara (termasuk kebebasan pers);
Kebebasan berkeyakinan (termasuk keyakinan beragama);
Kebebasan menjadi diri sendiri (person)
Hak untuk mempertahankan milik pribadi.

Kedua, prinsip keduanya ini terdiri dari dua bagian, yaitu prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity). Inti prinsip pertama adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung.

Istilah perbedaan sosio-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sedang istilah yang paling kurang beruntung (paling kurang diuntungkan) menunjuk pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas.

Dengan demikian prinsip perbedaan menurut diaturnya struktur dasar masyarakat adalah sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang diuntungkan.


Pengertian Hukum Pidana Materiil Dan Formil

Pengertian Hukum Pidana Materiil Dan Formil

Sumber hukum merupakan segala sesuatu yang bersifat larangan atau aturan-aturan yang mengikat dan memaksa serta ada sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar.

Sumber hukum pidana terbagi menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.

  • Pengertian Hukum Pidana Materiil

Hukum pidana materiil adalah aturan hukum yang memuat tindakan pidana. Dimana di sini termuat rumusan perbuatan pidana dan memuat syarat dan aturan untuk pelaku pidana. Sumber hukum materiil inilah yang menentukan isi peraturan hukum yang sifatnya mengikat orang. Dikatakan mengikat karena aturan ini berasal dari pendapat umum, hukum masyarakat, kondisi lingkungan, sosiologi, ekonomi, moral, politik hukum dan lain-lain. 

Ada beberapa faktor pembentukan hukum materiil yang dibentuk atas dasar faktor kemasyarakatan dan faktor idiil. Pertama di pengaruhi oleh faktor idiil yang berpatokan pada keadilan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Kedua, yang dipengaruhi oleh faktor kemasyarakatan. Faktor kemasyarakatan dimana aturan dibuat agar masyarakat tunduk pada aturan yang sudah diberlakukan. Aturan dalam hal ini termasuk dibidang structural ekonomi, yang meliputi kebutuhan masyarakat yang meliputi susunan geologi, kekayaan alam hingga perkembangan perusahaan dan pembagian kerja. Adapun faktor kemasyarakat yang ternyata juga mempengaruhi dalam pembentukan hukum materiil. Diantaranya kebiasaan yang sudah menjadi bagian hidup. Termasuk pula pembentukan hukum karena keyakinan tentang agama dan kesusilaan serta kesadaran hukum.

  • Pengertian Hukum Pidana Formil

Sedangkan hukum pidana formil adalah hukum yang digunakan sebagai dasar para penegak hukum. Sederhananya, hukum pidana formil mengatur bagaimana Negara menyikapi alat perlengkapan untuk melakukan kewajiban untuk menyidik, menjatuhkan, menuntut dan melaksanakan pidana. Sumber hukum formil ini juga merupakan dasar kekuatan mengikat peraturan yang sudah ada. Tujuannya masih sama, agar aturan tersebut tetap dipatuhi. Tidak hanya dapat dipatuhi masyarakat, tetapi juga dipatuhi oleh penegak hukum sekaligus. Adapun sumber hukum formil selain undang-undang, yaitu kebiasaan, traktat yang biasannya digunakan untuk perjanjian internasional, ada pula doktrin dan putusan hakim.

Pembagian Hukum Pidana

  • Hukum Pidana Obyektif

Hukum pidana objektif disebut juga dengan ius punale. Hukum ini yang menonjolkan aspek larangan dan ancaman pidana bagi orang yang melanggar aturan. Jadi, siapapun yang melanggar aturan, akan mendapatkan sangsi atas tindakan pelanggaran yang telah dilakukan. Hukum pidana objektif dibagi menjadi menjadi hukum pindana materiil dan hukum formil. 
  • Hukum pidana Subjektif

Hukum pidana subjektif ada setelah hukum pidana objektif lahir. Jadi, hukum pidana subjektif aturan bahwa Negara berhak melarang setiap orang untuk mengambil tindakan atau menyelesaikan tindak pidana sendiri. Dengan kata lain, harus ada pendamping pengajaran atau semacamnya jika ingin menyelesaikan hukum. Hukum pidana subjektif ini menegaskan bahwa setiap warganegara memiliki hak kewenangan Negara yang meliputi beberapa hal. Pertama, hak untuk menentukan larangan dalam mencapai ketertiban umum. Kedua, aturan yang memberlakukan hukum pidana yang wujudnya menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan. Ketiga, hukum pidana subjektif ini digunakan untuk melaksanakan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh pelanggar hukum.

  • Hukum pidana umum

Hukum pidana umum merupakan hukum yang berlaku untuk semua penduduk dan warganegara Indonesia, tanpa pengecualian. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum pidana umum inilah adalah perundang-undangan pidana yang tertulis dalam KUHP.

  • Hukum pidana khusus

Hukum pidana khusus adalah hukum yang diperuntukan oleh orang-orang tertentu, khususnya untuk para sanksi pidana dan kasus di luar KUHP. Misalnya ada kasus tentang hukum pidana pajak, tindak pidana korupsi, karena tidak diatur dalam KUHP atau di UU Pidana, maka masuk ke hukum pidana khusus.

Asas-asas Hukum Pidana

Ada beberapa asas hukum pidana, yang terdiri dari asas legalitas, asas oportunitas, asas praduga tak bersalah, dan masih ada asas lainnya.

  • Asas legalitas, yaitu segala pengeledahan, penangkapan dan penahan serta penyitaan dilakukan atas dasar surat perintah oleh pejabat yang berwenang yang sudah di atur dalam Undang-undang.
  • Asas opportunitas, yaitu asas yang menegaskan bahwa penuntut umum berhak menuntun perkara. Jadi penuntut umum juga berhak menutup perkara demi kemaslahan umum bukan hukum.
  • Asas praduga tak bersalah adalah seseorang tidak bisa dikatakan bersalah jika belum dinyatakan bersalah oleh putusan hakim. Jadi, orang yang masuk di sidang, belum tentu menjadi tersangka, sebelum hakim memutuskan.
  • Asas peradilan bebas, asas ini menekankan pada putusan hakim yang diberikan. Jadi hakim bebas memtusukan keputusan tanpa campur tangan dan pengaruh dari pihak manapun. Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1999 secara administratif dan operasional berada di bawah Mahkamah Agung.
  • Asas terbuka untuk umum, mungkin kamu jarang mendengar asas ini. Jadi asas terbuka untuk umum ini adalah pemeriksaan yang dilakukan pengadilan dalam kasus tertentu. Pemeriksaan dimaksudkan agar terjadi transparansi dan tidak menindas terdakwa saja.
selaian  lima asas yang disebutkan diatas, masih ada asas-asas lainya. Seperti asas perlakuan yang sama di muka hukum, pemeriksaan dalam perkara pidana dilakukan secara langsung dan lisan, ada pula peradilan dilakukan secara cepat, sederhana dan biaya ringan.  asas perlindungan hak asasi manusia, asas tiada hukuman tanpa kesalahan dll.