Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Tampilkan postingan dengan label hukum pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum pajak. Tampilkan semua postingan

Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia

Pajak merupakan sumber dana terbesar bagi negara yang sangat penting dalam pembangunan. Oleh sebab itu, warga negara Indonesia diwajibkan membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ada tiga sistem pembayaran pajak yang diberlakukan, yaitu:

1. Self Assessment System
Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak dimana sistem ini membebankan besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri. Jadi wajib pajak disini berperan aktif dalam menghiutng, membayar sampai melaporkan besaran pajaknya kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Disini pemerintah berperan sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini diterapkan di pajak pusat, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Sistem ini diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.

Self Assessment System ini memberikan keluasaan kepada wajib pajak, tapi terdapat konsekuensi dimana wajib pajak akan berusaha untuk menyetor besar pajak sekecil mungkin.

Ciri-ciri Self Assesment system:Besar pajak terutang ditentukan oleh wajib pajak itu sendiri
Wajib pajak berperan aktif dalam memenuhi kewajiban pajaknya mulai darimenghitung, membayar hingga melapor pajak sendiri.
Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) terkecuali, jika wajib pajak telat lapor, telat melunasi pajak terutang, atau terdapat pajak yang tidak dibayar.

2. Official Assessment System

Sistem pemungutan satu ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan seberapa besar pajak terutang kepada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam sistem ini, petugas pajak sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan memungut pajak. Penerapan official assessment system ini pun ditujukan kepada masyarakat selaku wajib pajak, yang dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab dalam menghitung serta menetapkan pajak.

Official Assessment System ini diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis-jenis pajak daerah lainnya dimana KPP sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.

Walau fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan menetapkan hutang pajak, namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan ini tidak lagi berlaku.

Ciri-ciri Official Assessment System:Wajib pajak bersifat pasif karena perhitungan pajak terutang dihitung oleh aparat pajak (fiskus) yang ditunjuk dalam pengelolaan pajak
Pajak yang terutang muncul setelah aparat pajak menghitung pajak terutang dan diterbitkan SKP
Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besar pajak yang menjadi kewajiban bayar oleh wajib pajak

3. Withholding Assessment System

Untuk withholding system, besaran pajak akan dihitung oleh pihak ketiga yang merupakan bukan wajib pajak ataupun aparat pajak.

Contoh penerapan sistem ini adalah pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi mendatangi KPP untuk membayar pajak terutang tersebut.

Jenis-jenis pengenaan pajak yang menggunakan withholding assessment system, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final), dan PPN. Dengan sistem pemungutan ini, wajib pajak akan mendapatkan bukti potong pajak.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah di Indonesia diatur dengan UU No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang merupakan perubahan atas UU PPN No. 8 Tahun 1983.

Pajak pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN juga dapat diistilahkan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Di Indonesia sendiri menganut sistem tarif tunggal untuk PPN yaitu sebesar 11% (sebelas persen) berlaku sejak 1 April 2022 dan 12% (duabelas persen) berlaku 1 januari 2025.

Adapun karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah:
  • Pajak pertambahan Nilai merupakan pajak tak langsung.
Maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara merupakan pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak berkedudukan sebagai pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran ke kas Negara adalah pengusaha kena pajak yang bertindaak sebagai penjual barang kena pajak. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak pertambahan nilai iskus akan meminta pertanggungjawaban kepada penjual barang kena pajak atau pengusaha kena pajak, bukan kepada pembeli walaupun pembeli mungkin juga berstatus sebagai pengusaha kena pajak. 
  • Pajak objektif.
Pajak objektif merupakan pajak yang saat timbulnya kewajiban ditentukan oleh faktor objektif. 
  • Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak ganda.
Kemungkinan pengenaan pajak ganda dapat dihindari karena pajak pertambahan nilai dipungut atas nilai tambah saja. Dalam hal ini pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPN yang dibayar atas perolehan bahan baku/pembantu atau barang modal. Akibatnya pajak penjualan yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPN dengan peredaran bruto. 
  • Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dengan pajak keluaran.