Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Tampilkan postingan dengan label Kelas Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kelas Pajak. Tampilkan semua postingan

Peninjauan Kembali dalam Penyelesaian Sengketa Pajak

Peninjauan Kembali

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Pengadilan Pajak, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.

Syarat Pengajuan
  1. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
  2. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
  3. Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU Pengadilan Pajak.
Jangka Waktu Pengajuan
Jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali, dibedakan berdasarkan alasan diajukannya Peninjauan Kembali:
  1. Bila putusan pengadilan pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan berlaku. diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak Putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap.
  2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda. diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
  3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut, kecuali yang diputus mengabulkan Sebagian atau seluruhnya dan menambah pajak yang harus dibayar; diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
  4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa mempertimbangkan sebab-sebabnya. diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
  5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
Jangka Waktu Keputusan

Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan:
  1. dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
  2. dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
  3. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pencabutan Permohonan

Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan jika sudah dicabut, maka permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Ketentuan Lain
  1. Dalam Hal Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali, pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak tidak ditangguhkan atau dihentikan ( PP 50 tahun 2022)
  2. Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima Putusan Peninjauan Kembali atas Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan menyampaikan pernyataan tertulis paling lama 3 (tiga) bulan setelah menerima Putusan Peninjauan Kembali
  3. Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya Putusan Peninjauan Kembali dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterirnanya Putusan Peninjauan Kernbali yang rnenyebabkan kelebihan pernbayaran pajak
  4. Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5f) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam hal Putusan Peninjauan Kembali menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, dan harus diterbitkan Surat Tagihan Pajak paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterima Putusan Peninjauan Kembali oleh Direktur Jenderal Pajak
  5. Imbalan bunga atas permohonan peninjauan kembali yang dikabulkan dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak diberikan :
    • berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 (dua belas); dan
    • paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 
    • Dihitung sejak Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung 
  6. Permohonan Peninjauan Kembali putusan Pengadilan Pajak diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dengan diantar secara langsung
  7. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung
  8. Permohonan Peninjuan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
  9. Permohonan Peninjuan Kembali dapat dicabut sebelum diputus dan dalam hal sudah dicabut, Permohonan Peninjuan Kembali tidak dapat diajukan lagi
  10. Berkas perkara permohonan Peninjuan Kembali oleh Panitera dikirim kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak jawaban diterima pihak lawan, dalam hal pihak lawan tidak memberikan jawaban, jangka waktu tersebut dihitung sejak jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dilampaui
  11. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan atas permohonan Peninjauan Kembali beserta berkas perkaranya kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
  12. Panitera Pengadilan Pajak menyampaikan Salinan Putusan atas permohonan Peninjauan Kembali kepada pemohon dan pihak lawan, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan wajib mengirimkan bukti pengiriman pemberitahuan putusan dimaksud kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

Gugatan dalam Penyelesaian Sengketa Pajak

Gugatan

Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

Syarat Pengajuan Gugatan
  1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
  2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan Gugatan.
  5. Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
Pihak Yang Mengajukan
  1. Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
  2. Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
  3. Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
Yang Dapat Diajukan Gugatan
  1. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
  2. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
  3. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
  4. penerbitan Surat Keputusan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pencabutan Gugatan
  1. Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
  2. Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
    • penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang;
    • putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
    • Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tidak dapat diajukan kembali.
Ketentuan Tambahan
  1. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
  2. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak, Permohonan tersebut dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
  3. Permohonan penundaan tersebut dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu dilaksanakan.
Dasar Hukum:

Proses Pengajuan Banding Pajak

Banding

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Banding
  1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
  2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
  3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Pihak Yang Mengajukan Banding
  1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
  2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit.
  3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
Pencabutan Banding
  1. Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
  2. Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
    • penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan;
    • putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
  3. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.
Dasar Hukum:

Proses Pengajuan Keberatan Pajak

Keberatan

  1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu:
    • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
    • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
    • Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),
    • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
    • Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.
  3. Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

Syarat Mengajukan Keberatan:
a.  diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b.  mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c.  1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d.  Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
e.  diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
    • surat ketetapan pajak dikirim; atau
    • pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
    • kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP.

Ketentuan khusus:
  1. Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.
  2. Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.
  3. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
  4. Dalam hal terdapat penerbitan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf d dan Wajib Pajak belum mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak, Wajib Pajak masih dapat mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak tersebut dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Keputusan Pembetulan.
Proses Penyelesaian Keberatan
  1. Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
    • meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data dan informasi;
    • meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan;
    • meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga;
    • meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan;
    • melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan;
      • Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan.
    • melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.
  2. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim.
  3. Apabila sampai dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim berakhir, Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan:
    • surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau
    • surat permintaan keterangan yang kedua.
  4. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dikirim.
Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan
  1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
    • Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sampai dengan tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan.
  2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan, jangka waktu 12 (dua belas) bulan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak tersebut kepada Wajib Pajak sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
  3. Apabila jangka waktu di atas telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan atas keberatan, keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut berakhir.
Pencabutan Pengajuan Keberatan
  1. Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir (SPUH) oleh Wajib Pajak.
  2. Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan melalui penyampaian permohonan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    • permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan;
    • surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus;
    • surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
  3. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan jawaban atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan berupa surat persetujuan atau surat penolakan.
  4. Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
  5. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan.
  6. Dalam hal Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan, pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan SKP.
Ketentuan Tambahan
  1. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan:
    • pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    • pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau
    • pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
      • penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil Verifikasi; atau
      • pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak.
  2. Dalam hal pengajuan keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umumdan Tata Cara Perpajakan.
  3. Jumlah pajak yang telah dibayar sebelum pengajuan keberatan tersebut meliputi pembayaran atas jumlah yang disetujui maupun yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
  4. Sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) tersebut juga dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam hal keputusan keberatan atas pengajuan keberatan Wajib Pajak menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  5. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) tersebut tidak dikenakan dalam hal:
    • Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan
    • Pengajuan keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan pengajuan keberatan
    • Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan.
Peraturan terkait: 

Penyelesaian Sengketa Pajak

Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Di dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dijelaskan bahwa sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
  1. Keberatan
  2. Banding
  3. Gugatan
  4. Peninjauan Kembali


Rumus Perhitungan PPH 21 Dengan Tarif Efektif 2024

Selain tarif pajak progresif, Ditjen Pajak berlakukan perubahan tarif pemotongan PPh 21 menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER). contoh perhitungan PPh 21 terbaru yang berlaku mulai 2024. Klik https://drive.google.com/file/d/1KjPq1vZ9amj-z3b9hgYc49on6HS-bKzP/view?usp=sharing

GUGATAN PAJAK

 


A. PENGERTIAN GUGATAN

Merujuk pada Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


B. PEMOHON YANG DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN

 

Merujuk pada Pasal 41 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang dapat melakukan pengajuan gugatan adalah:

  1. Gugatan dapat diajukan oleh Penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa hukumnya.
  2. Apabila selama proses Gugatan, Penggugat meninggal dunia, Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal Penggugat pailit.
  3. Apabila selama proses Gugatan, Penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

 


C. KETENTUAN PENGAJUAN GUGATAN

  1. Surat Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
  2. Surat Gugatan dan kelengkapan administrasi ditujukan kepada Ketua Pengadilan Pajak dengan alamat Jl. Hayam Wuruk Nomor 7 Jakarta Pusat 10120.
  3. Surat Gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak disampaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan
  4. Surat Gugatan terhadap keputusan selain atas pelaksanaan penagihan pajak disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
  5. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat gugatan.
  6. Surat Gugatan dapat disampaikan dengan cara dikirim melalui Pos atau ekspedisi tercatat atau diantar langsung dan disampaikan melalui Loket Penerimaan Surat Pengadilan Pajak melalui mekanisme Antrean Online.


D. KELENGKAPAN ADMINISTRASI SURAT GUGATAN (SE-08/PP/2017)

  1. Surat Gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak terdiri dari 2 rangkap (1 asli dan 1 fotokopi).

  2. Surat Gugatan dilampiri dengan fotokopi Keputusan dan pelaksanaan penagihan yang diajukan gugatan serta fotokopi dokumen lainnya

      sebanyak 2 (dua)rangkap.

  3. Surat atau dokumen lainnya sebanyak 2 (dua) rangkap antara lain:

  • Surat Keputusan atau surat lainnya yang digugat,
  • Surat Tagihan Pajak (STP) untuk gugatan atas penolakan sanksi administrasi ataupun semua gugatan yang terkait dengan STP,
  • Pelaksanaan penagihan,

  4. Dokumen pendukung lain (1 rangkap):

  • Fotokopi akta pendirian dan perubahan (yang mencantumkan pengurus yang menandatangani surat gugatan, surat keberatan, surat kuasa khusus, dan pakta integritas) yang telah dimeteraikan kemudian.
  • Asli surat kuasa khusus bermeterai apabila penandatangan surat gugatan dikuasakan.
  • Fotokopi kartu kuasa hukum apabila dikuasakan kepada kuasa hukum.
  • Pakta Integritas.

  5. Surat Gugatan disampaikan dalam bentuk softcopy dalam format Microsoft Word (.doc)  dan Portable Document Format (PDF).

  6. Surat atau dokumen lainnya disampaikan dalam bentuk softcopy dalam format PDF.

  7. Softcopy disampaikan dalam bentuk Compact Disc atau Flashdisk sebanyak 1 (satu) buah untuk setiap surat gugatan yang diajukan.

  8. Daftar isian surat banding/gugatan. (dapat diunduh di sini)


E. CARA MENYERAHKAN BERKAS PERMOHONAN GUGATAN

Permohonan Banding dapat disampaikan dengan cara dikirim melalui Pos Indonesia atau ekspedisi tercatat lain ke alamat berikut:

Pengadilan Pajak, Jl. Hayam Wuruk No. 07, Gambir, Jakarta Pusat 10120

atau diantar langsung dan disampaikan melalui Loket Penerimaan Surat Pengadilan Pajak dengan Mekanisme Antrean Online (klik di sini untuk antrean online).


F. PEMROSESAN GUGATAN DI PENGADILAN PAJAK

  1. Pengadilan Pajak akan mengirim Tanda Terima Surat Gugatan (TTSG) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat gugatan di Pengadilan Pajak, Penggugat akan menerima TTSG yang dikirimkan ke alamat Penggugat melalui Pos. TTSG tersebut memuat nomor sengketa yang berfungsi sebagai nomor identitas selama bersengketa di Pengadilan Pajak. Nomor tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengecekan status sengketa pada laman web https://setpp.kemenkeu.go.id di kolom 'Pencarian Berkas'.
  2. Pengadilan Pajak akan meminta Surat Tanggapan kepada Tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Gugatan lengkap, yang akan ditembuskan juga kepada Penggugat.
  3. Tergugat menyerahkan Surat Tanggapan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
  4. Salinan Surat Tanggapan akan dikirimkan kepada Penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Tanggapan disertai dengan Permintaan Surat Bantahan.
  5. Penggugat dapat menyerahkan surat bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Tanggapan.
  6. Meskipun Tergugat atau Penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan gugatan.
  7. Setelah dilaksanakan sidang pemeriksaan, akan dilaksanakan sidang pengucapan putusan.


G. PENCABUTAN SURAT GUGATAN

  1. Kelengkapan administrasi Pernyataan Pencabutan Gugatan:
    • Surat pernyataan diajukan sebanyak 2 (dua) rangkap kepada Ketua Pengadilan Pajak
    • Asli Surat Kuasa Khusus bermeterai dalam hal penandatangan surat pernyataan adalah orang yang diberi kuasa, sebanyak 2 (dua) rangkap
  2. Tata cara Pengajuan Pernyataan Pencabutan Gugatan:
    • Surat pernyataan pencabutan diajukan kepada Ketua Pengadilan Pajak (PP) dengan ketentuan sebagai berikut:
      • Dalam hal diajukan saat sidang pemeriksaan, rangkap pertama diserahkan kepada Majelis di dalam ruang sidang dan rangkap kedua disampaikan kepada Ketua PP;
      • Dalam hal pencabutan diajukan bukan saat sidang pemeriksaan (sebelum), terhadap 2 (dua) rangkap surat pernyataan pencabutan disampaikan kepada Ketua PP;
      • Surat pernyataan pencabutan disampaikan ke Pengadilan Pajak melalui pos/ekspedisi tercatat.
    • Surat pernyataan pencabutan ditandatangani oleh:
      • WP pribadi atau ahli warisnya selaku Penggugat; atau
      • Seorang pengurus yang sah dan berwenang berdasarkan Akta Pendirian Badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi WP Badan selaku Penggugat; atau
      • Kuasa Hukum Penggugat dengan dilampiri surat kuasa khusus yang bermeterai (format bebas)
    • 1 (satu) surat pernyataan pencabutan gugatan diajukan untuk 1(satu) surat gugatan (masing-masing sengketa).
    • Surat pernyataan pencabutan gugatan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Pajak, Jl. Hayam Wuruk no.7 Gambir Jakarta Pusat 10120
  3. Format formulir atau contoh dokumen dapat diunduh di setpp.kemenkeu.go.id/peraturan.



H. LAIN-LAIN (SALURAN PENGADUAN)

Segera lakukan konfirmasi kepada Sekretariat Pengadilan Pajak apabila dalam 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Gugatan diterima di Pengadilan Pajak, Penggugat tidak menerima tanda terima surat gugatan yang ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Pajak. Pemohon dapat menghubungi salah satu dari kanal layanan di bawah ini:

  • Telepon          : 134 (Call Center Kemenkeu Prime)
  • Whatsapp      : 0812 1100 7510 (fast response pada jam kerja 09.00-16.00 WIB)
  • Email             : kemenkeu.prime@kemenkeu.go.id
  • Website         : www.kemenkeu.go.id
  • Instagram      : setpp.kemenkeu


I. DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
  2. Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017 tentang Kelengkapan Administrasi Banding dan Gugatan

Pengertian - Pengertian Dalam Perpajakan

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


Perpajakan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang UU Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat wajib pajak dapat dengan mudah memahami peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

Pengertian Pengertian Dalam Perpajakan

Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang UU Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan perubahan atas Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah sebagai berikut:
  • Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  • Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan per- pajakan.
  • Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, irma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  • Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
  • Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
  • Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan.
  • Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini.
  • Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  • Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1(satu) Tahun Pajak.
  • Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
  • Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  • Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan meng- gunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  • Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
  • Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
  • Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi.
  • Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
  • Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  • Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda.
  • Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  • Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  • Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  • Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
  • Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  • Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  • Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan per- undang-undangan perpajakan.
  • Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, peng- hasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
  • Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
  • Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
  • Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/ atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
  • Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  • Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  • Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
  • Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
  • Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  • Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
  • Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
  • Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Pengertian Pengelompokan dan Tata Cara Pemungutan Pajak

A.      Pengertian Pajak

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang. Pembayar pajak tidak akan mendapat kontra prestasi atas pajak yang telah dibayarkan. Pajak tersebut digunakan oleh negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat umum. Pengertian pajak tersebut juga tercantum dalam pasa1 angka 1 UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. 

Dasar pemungutan pajak tersebut juga diatur dalam UUD 1945 Amandemen pasal 23A, Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang.”

        B.        Pengelompokan Pajak 

Ada  beberapa  jenis  kelompok  pajak  yang  berlaku  di Indonesia, antara lain: 

1.    Menurut golongannya: 

        a.    Pajak   langsung,   yaitu   pajak   yang   harus   dipikul sendiri oleh wajib pajak dan                 tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak                             penghasilan (PPh). 

        b.    Pajak  tidak  langsung,  yaitu  pajak  yang  akhirnya dapat dibebankan atau                         dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

                   2.    Menurut sifatnya:

                         a.   Pajak subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti                                                   memerhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

                         b.  Pajak objektif, yaitu pajak yang berdasar pada objeknya, tanpa memerhatikan                                           keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak                                      Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

                    3.   Menurut lembaga pemungutnya:

                          a.   Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh peme- rintah pusat dan digunakan                                        untuk membiayai rumah tangga negara.

                          b.   Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh peme- rintah daerah dan digunakan                                    untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah.

        C.        Tata Cara Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan dalam rangka pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan tata cara pemungutan pajak, antara lain:

1.   Asas pemungutan pajak.

       Pemungutan    pajak    dilaksanakan    berdasarkan    asas berikut:

          a.  Asas domisili.

   Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan  wajib  pajak  yang  bertempat  tinggal di wilayahnya, baik itu berupa penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan dari luar negeri. Asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri. 

b.  Asas sumber. 

    Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c.  Asas kebangsaan.

   Dasar pengenaan pajak dihubungkan dengan ke- bangsaan/negara wajib pajak. Misalnya, pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang berwarga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku bagi wajib pajak luar negeri.

2.   Sistem pemungutan pajak.

      Sistem  pemungutan  pajak  yang  berlaku  di  Indonesia antara lain:

      a.   Oficial assessment system. 

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak  yang  terutang  kepada  wajib  pajak.  Dalam hal ini pemerintah mempunyai wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak terutang dengan mengeluarkan surat ketetapan dan wajib pajak hanya bersifat pasif.

     b.   With holding system.

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga selain pemerintah dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

    c.   Self assessment system.

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang.

Dalam sistem ini wajib pajak mempunyai wewenang dalam menentukan sendiri besarnya pajak terutang, sehingga wajib pajak mempunyai peran aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang  terutang.  Sedangkan  peran pemerintah hanyalah mengawasi dan tidak mempunyai hak untuk campur tangan. 

Di  antara  ketiga  sistem  pemungutan  pajak  di  atas, self assessment system pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional dengan cara menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sehingga melalui sistem ini diharapkan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana,   dan   mudah   dipahami   oleh   wajib   pajak   itu sendiri.