Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Asas Asas Hukum

Prinsip merupakan asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya.
Berikut adalah pengertian prinsip atau asas hukum menurut para ahli:
G. W. Paton mendefinisikan asas adalah suatu pikiran yang dirumuskan secara luas yang menjadi dasar bagi aturan atau kaidah hukum. Dengan demikian, asas bersifat lebih abstrak, sedangkan aturan atau kaidah hukum sifatnya konkret mengenai perilaku atau tindakan hukum tertentu.
A. R. Lacey menjelaskan asas hukum memiliki cakupan yang luas, artinya dapat menjadi dasar ilmiah berbagai aturan atau kaidah hukum untuk mengatur perilaku manusia yang menimbulkan akibat hukum yang diharapkan.
Paul Scholten mengartikan asas hukum sebagai tendensi yang disyaratkan kepada hukum oleh paham kesusilaan, artinya, asas hukum sebagai pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum. Masing-masing pikiran dasar dirumuskan dalam aturan perundang-undangan dan putusan hakim.
  • Undang-Undang Tidak Dapat Berlaku Surut: peraturan perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa hukum yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan hadir. Akan tetapi, untuk mengabaikan asas ini dimungkinkan, dalam rangka memenuhi keadilan masyarakat.
  • Undang-Undang Tidak Dapat Diganggu Gugat: undang-undang tidak dapat diuji oleh badan peradilan, melainkan oleh pembentuk undang-undang itu sendiri. Asas ini berlaku jika tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sebagai hukum tertinggi di sebuah negara. Dengan kata lain, asas ini mengatur bahwa undang-undang dapat di-review jika bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
  • Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, peraturan yang lebih tinggi akan mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah. Asas ini hanya berlaku terhadap dua peraturan yang secara hierarki tidak sederajat dan saling bertentangan.
  • Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas lex specialis derogat legi generali hanya berlaku terhadap dua peraturan yang secara hierarki sederajat dan mengatur mengenai materi yang sama.
  • Kebebasan Berkontrak: freedom of contract, party autonomy liberty of contract. Kebebasan berkontrak artinya kebebasan untuk memilih dan membuat kontrak atau perjanjian, menentukan isi kontrak atau perjanjian, dan memilih subjeknya.
  • Konsensualisme: Asas ini menekankan bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan sudah ada sejak detik tercapaikan kesepatakan para pihak. Artinya, perjanjian ada sejak tercapainya kata sepakat atau konsensus antara pihak mengenai pokok perjanjian.
  • Pacta Sunt Servanda: Berdasarkan asas ini, masing-masing pihak perjanjian wajib melaksanakan isi perjanjian demi kepastian hukum. Asas ini tidak berdiri sendiri dan memiliki kaitan dengan asas iktikad baik atau good faith. Asas ini merupakan fundamental, karena melandasi lahirnya perjanjian. Pada perjanjian, janji mengikat sebagaimana undang-undang bagi pihak yang membuatnya.
  • Iktikad Baik: Asas iktikad baik menghendaki bahwa dalam setiap pembuatan perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, dengan siapa pihak membuat perjanjian, dan setiap perjanjin selalu didasari pada asas iktikad baik, tidak melanggar peraturan perundang-undangan, serta tidak melanggar kepentingan masyarakat.
  • Pacta tertiis nec nocent nec prosunt: Perjanjian tidak dapat memberikan hak dan kewajiban kepada pihak ketiga.
  • Absolut: Asas ini disebut juga sebagai asas hukum memaksa atau dwingendrecht, yakni suatu benda hanya dapat diadakan hak kebendaan sebagaimana yang telah disebut dalam undang-undang. Hak-hak kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam undang-undang.
  • Dapat Dipindahtangankan: Menurut asas ini, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan hak mendiami.
  • Percampuran: Berdasarkan asas ini, hak kebendaan memiliki wewenang terbatas. Artinya, hanya mungkin atas benda orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya sendiri. Tidak dapat orang tersebut untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai, hak memungut hasil atas barangnya sendiri. Jika hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang membebani itu menjadi lenyap. Hak ini juga dikenal dengan vermenging.
  • Perlakuan yang Berlainan Terhadap Benda Bergerak dan Tidak Bergerak: Antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak ada perbedaan pengaturan dalam hal terjadi peristiwa hukum yang berkaitan dengan penyerahan, pembebanan, kepemilikan, kedaluwarsa, dan jura in re aliena yang diadakan.
  • Publiciteit: Asas ini dianut atas kebendaan tidak bergerak, yang diberikan hak kebendaan. Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum. Sedangkan untuk benda bergerak cukup dengan penyerahan tanpa pendaftaran dalam register umum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
  • Nullum delictum, nulla poena sine lege praevia poenali: Hanya hukum yang tertulis saja yang dapat menentukan apakah norma hukum itu telah dikaitkan dengan suatu ancaman hukum menurut hukum pidana atau tidak. Asas ini juga dikenal dengan sebutan asas legalitas, yakni tidak ada tindak pidana tanpa ada undang-undang yang mendahului.
  • Penafsiran Secara Analogis: Penafsiran secara analogis pada dasarnya tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan undang-undang pidana. Misalnya, peraturan tentang nullum delictum dan seterusnya melarang penggunaan secara analogis, karena perbuatan semacam itu bukan hanya dapat memperluas banyaknya delik yang ditentukan undang-undang, melainkan juga dapat menjurus pada lebih diperberat atau diperingannya hukuman yang dijatuhkan bagi perbuatan yang dilakukan tidak berdasarkan undang-undang.
  • Tiada Pidana Tanpa Kesahalahan: Berdasarkan asas ini, meskipun seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan telah memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam delik, namun tetap perlu dibuktikan apakah ia dapat dipertanggungjawabkan atau tidak atas perbuatannya tersebut, artinya apakah ia memiliki kesalahan atau tidak.
  • Good Governance: Prinsip ini merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Jika dilihat dari segi functional aspect, good governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.
  • Asas Kesadaran Hukum: Asas ini dimaknai baik warga masyarakat maupun penguasa, penegak hukum harus dapat memahami, menghayati dan mematuhi hukum sesuai doktrin negara hukum yang demokratis. Dengan diterapkannya prinsip kesadaran hukum, maka hukum dapat bekerja sescara efektif mencapai tujuan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.
  • Rebus sic stantibus: Asas ini artinya perjanjian yang telah berlaku akan terganggu berlakunya bila terjadi perubahan keadaan yang fundamental. Asas ini merupakan salah satu alasan yang dapat digunakan untuk mengakhiri atau menunda berlakunya perjanjian.




Adagium atau Pribahasa Hukum

Menurut KBBI adagium adalah sebuah pepatah atau peribahasa.
  • Ubi societas ibi ius: wherever there is society, there is law atau di mana ada masyarakat, di sana ada hukum.
  • Fiat Justicia Ruat Caelum: let justice be done, though the heavens falls, atau walaupun esok dunia musnah/walaupun langit runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan.
  • Unus Testis Nullus Testis: satu saksi bukan merupakan saksi.
  • Ius Curia Novit: hakim dianggap mengetahui dan memahami segala hukum.
  • Ne Bis in Idem: sebuah perkara dengan objek yang sama, para pihak yang sama dan materi pokok perkara yang sama, yang diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
  • In Dubio Pro Reo: dalam hal hakim tidak memperoleh keyakinan, hakim wajib memberikan putusan yang menguntungkan terdakwa.
  • Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars: para pihak harus diperlakukan secara adil dengan diberi kesempatan yang sama secara adil dan berimbang, artinya hakim harus mendengar keterangan masing-masing pihak di persidangan.
  • Absolute sentienfia expositore non indiget: Sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
  • Accipere quid ut justitiam focias non est team accipere quam exiorquere: Menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan akan mengarah ke tindakan pemerasan, bukan hadiah.
  • Adaequatio intellectus et rei: adanya kesesuaian pikiran dengan objek.
  • Communi observantia non est recedendum: Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang menandakan maksud yang terdapat dalam pikirannya.
  • Cujus est dominium, ejus est periculum: Risiko atas suatu kepemilikan ditanggung oleh pemilik.
  • Culpue poena par esto: Jatuhkanlah hukuman yang setimpal dengan perbuatan.
  • Cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist: Saat bukti dari fakta-fakta ada, apa gunanya kata-kata.
  • Cum aliquis renunciaverit sociatati, solvitur societas: Saat rekan telah meninggalkan persekutuannya, maka persekutuan tersebut dinyatakan bubar.
  • Cum duo inter se pugnantia reperiuntur in testamento, iltimum ratum est: Jika terdapat perbedaan dalam suatu hakikat, maka terlihat jelas adanya 2 persepsi yang berbeda.
  • Cum letitimae nuptiae factae sunt, patrem liberi sequuntur: Anak yang terlahir dari sebuah perkawinan yang sah mengikuti kondisi ayahnya. Da tua sunt, post mortem tune tua sunt: Berikanlah benda-benda kepunyaanmu saat kau masih memilikinya; setelah meninggal benda-benda tersebut bukan kepunyaanmu lagi.
  • Ei incumbit probatio quidicit, nonqui negat: Beban dari bukti disandarkan pada orang yang menugaskan tuduhan bukan yang menyangkal.
  • Debet quis juri subjacere rrbi delinquit: Seseorang Penggugat harus mengacu pada hukum yang berlaku di tempat dia mengajukan gugatan.
  • Divortium dicitur a divertendo, quia vir divertitur ab uxore: 'Divorce' (perceraian) berasal dari kata 'Divertendo', artinya seorang pria dialihkan dari istrinya.
  • Dormiunt aliquando leges, nunquam moriuntur: Hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati.
  • Droil ne done, pluis que soit demaunde: Hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan.
  • Equality before the law: Setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum.
  • Facta sunt potentiora verbis: Perbuatan (atau fakta) lebih kuat dari kata-kata.
  • Fiat justicia ruat caelum: Keadilan harus ditegakkan, walau harus mengorbankan kebaikan.
  • Filius est nomen baturae, sed haeres nomen: "anak" nama yang diberikan oleh alam, tetapi "ahli waris" adalah nama yang diberikan hukum.
  • Filius in utero matris est pars viscerum matrix: Seorang anak di dalam kandungan adalah bagian dari kehidupan ibunya.
  • Frustra legis auxilium quareit qui in legem committit: Adalah sia-sia bagi seseorang yang menentang hukum tapi dia sendiri meminta bantuan hukum.
  • Id perfectum est quad ex omnibus suis partibus constant: Sesuatu dinyatakan sempurnanya bila setiap bagiannya komplet.
  • Heares est cadem persona cum antecessore: Ahli waris sama kedudukannya dengan pendahulunya.
  • Ignorantia judicis est calanaitax innocentis: Ketidaktahuan hakim adalah suatu kerugian bagi pihak yang tidak bersalah.
  • Ignorantia juris non exucusat: Ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan.
  • Ignorantia excusatur non juris sed facti: Ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan tapi tidak demikian halnya ketidaktahuan akan hukum.
  • Inde datae leges be fortior omnia posset: Hukum dibuat, jika tidak maka yang terbuat akan mempunyai kekuatan yang tidak terbatas.
  • In du bio pro reo: jika ada keragu-raguan mengenai suatu hal, hakim harus menjatuhkan meringankan terdakwa.
  • Index animi sermo: Cara seorang berbicara menunjukkan jalan pikirannya.
  • Iniquum est aliquem rei sui esse judicem: Adalah tidak adil bagi seseorang untuk diadili pada perkaranya sendiri.
  1. Interset reipublicae res judicatoas non rescindi: Adalah kepentingan negara bahwa suatu keputusan tidak dapat diganggu gugat.
  • Judex set lex laguens: Sang hakim ialah hukum yang berbicara.
  • Judex debet judicare secundum allegata et probata: Seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan.
  • Judex herbere debet duos sales, salem sapientiae, ne sit insipidus, et salem
  • conscientiae, ne sit diabolus: Seorang hakim harus mempunyai dua hal; suatu kebijakan, kecuali dia adalah orang yang bodoh; dan hati nurani; kecuali dia mempunyai sifat yang kejam.
  • Judex non putest esse testis in propria cause: Seorang hakim tidak dapat menjadi seorang saksi dalam perkaranya sendiri.
  • Judex non reddit plus wuam quod petens ipsse requirit: Seorang hakim tidak memberikan permintaan lebih banyak dari sipenuntut.
  • Judicandum est legibus non exemplis.: Seorang hakim tidak dibatasi untuk menjelaskan penilaiannya sendiri.
  • Judicia poxteriora sunt in lege fortiora: Keputusan terakhir ialah yang terkuat di mata hukum.
  • Justitiae non est neganda, non differenda: Keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda.
  • Jurare eat deum in testem vocare et est actus divini cultus: Memberikan sumpah ialah sama halnya dengan memanggil Tuhan sebagai saksi hal itu adalah hal keagamaan.
  • Juris quidem ignorantium cuique nocere, facti verum ignorantiam non nocere: Ketidaktahuan hukum merugikan semua orang; tetapi ketidaktahuan fakta tidak.
  • Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam: Hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun.
  • Lex posterior derogat priori: Undang-undang yang baru menghapus Undang-undang yang lama.
  • Lex prospcit, non respicit: Hukum melihat ke depan bukan ke belakang.
  • Lex rejicit superflua, pugnantia, incongrua: Hukum menolak hal yang bertentangan dan tidak layak.
  • Lex semper dabit remedium: Hukum selalu memberi obat.
  • Nemo judex in causa sua: hakim tidak boleh mengatur atau mengadili dirinya sendiri.
  • Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet: tidak seorang pun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki.
  • Nullum delictum noela poena sine praevia lege poenali: suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat.
  • Opinio necessitatis: keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan.
  • Pacta sunt servanda: setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan iktikad baik.
  • Politiae legius non leges politii adoptandae: politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.
  • Presumptio iures de iure: semua orang dianggap tahu hukum. Dikenal juga sebagai asas fiksi hukum.
  • Presumpito iustae causa: suatu keputusan pemerintahan dianggap absah sampai ada putusan hakim berkekuatan hukum mengikat yang menyatakan sebaliknya.
  • Presumption of innocence: asas praduga tidak bersalah: seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap.
  • Quiquid est in territorio, etiam est de territorio: asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu.
  • Reo negate actori incumbit probatio: jika tergugat tidak mengakui gugatan, maka penggugat harus membuktikan.
  • Res nullius credit occupanti: benda yang ditelantarkan oleh pemiliknya bisa diambil atau dimiliki.
  • Salus populi suprema lex: kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara.
  • Similia similibus: dalam perkara yang sama, harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih.
  • Spreekhuis van de wet: apa kata undang-undang itulah hukumnya.
  • Summum ius summa injuria, summa lex, summa crux: hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya.
  • Testimonium de auditu: kesaksian yang didengar dari orang lain.
  • Ubi jus ibi remedium: di mana ada hak, di sana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya, atau memperbaikinya jika hak tersebut dilanggar.
  • Ubi societas, ibi jus: di mana ada masyarakat, di situ ada hukum.
  • Ut sementem faceris ita metes: siapa yang menanam sesuatu dia yang akan memetik hasilnya.
  • Van rechtswege nieting; null and void: suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum.
  • Volenti non fit iniuria; nulla iniuria est, quae in volentem fiat: tidak ada ketidakadilan yang dilakukan kepada seseorang yang menginginkan hal itu dilakukan.
  • Vox populi vox dei: suara rakyat adalah suara Tuhan.


Objek dan Tarif Bea Materai

A.      Objek Bea Materai
1.  Bea Meterai dikenakan atas: 
  • Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
  • Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
2. Dokumen yang bersifat perdata sebagaimana dimaksud meliputi: 
  • perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
  • akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
  • akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  • surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
  • Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) yang:penerimaan uang; atauberisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; danDokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3. Sedangkan pengecualian objek pajak bea meterai adalah sebagai berikut: 
  • Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang: 
    • surat penyimpanan barang;
    • konosemen;
    • surat angkutan penumpang dan barang;
    • bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
    • surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
    • surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5; 
    • segala bentuk ljazah;
    • tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
    • tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
    • kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
    • tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
    • Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
    • surat gadai;
    • tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
    • Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter
B.     Tarif Bea Materai
Dokumen sebagaimana dimaksud dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Investasi Di Indonesia

  • Penyelesaian sengketa melalui Mediasi
  • Penyelesaian sengket melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (APS)
  • Penyelesaian sengket melalui pengadilan.
  • Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase atau Konsiliasi Internasional.