Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

GUGATAN

GUGATAN
Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).
Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

TANGKISAN/EKSEPSI
Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.
Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:
Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).
Dalam pokok perkara..... (pertimbangan lengkap).

GUGATAN DALAM REKONVENSI (GUGAT BALIK ATAU GUGAT BALASAN)
Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik jawaban secara tertulis maupun lisan (pasal 132 b HIR/pasal 158 Rbg).
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonvensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak diizinkan lagi untuk mengajukan gugatan balik.
Kedua gugatan (dalam konvensi dan dalam rekonvensi diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan.
Akan tetapi Hakim dapat memeriksa gugatan yang satu terlebih dahulu, yaitu jika gugatan yang satu ini dapat diselesaikan terlebih dahulu dari yang lain, yang mungkin masih menunggu saksi yang ada diluar negeri atau saksi yang sakit, kedua perkara itu tetap diadili oleh majelis Hakim yang sama.
Antara gugatan dalam konvensi dan gugatan dalam rekonvensi tidak diharuskan ada hubungan. Gugatan dalam rekonvensi dapat berdiri sendiri dan oleh tergugat sebenarnya dapat diajukan tersendiri, menurut acara biasa kapan saja.
Apabila gugatan konvensi dicabut, maka gugatan rekonvensi tidak bisa dilanjutkan

PENCABUTAN SURAT GUGATAN
Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

PERUBAHAN/PENAMBAHAN GUGATAN
Pembahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.
Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

PENGGABUNGAN PERKARA
Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya.
Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling bertentangan.

PERKARA GUGUR
Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau kuasanya yang sah datang, maka gugatan digugurkan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gugatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.
Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.
Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkaranya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

PERDAMAIAN
Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan meskipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).
Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebelum Hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.
Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang berkuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.
Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).
Khusus untuk gugat cerai:
  • Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus datang sendiri.
  • Apabila usaha perdamaian berhasil, gugatan harus dicabut. Sehubungan dengan perdamaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian.
  • Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.
PENGGUGAT/TERGUGAT MENINGGAL DUNIA
Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN
Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibebankan kepada pemohon dan dianggap sebagai persekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasanya pihak yang dikalahkan.
Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, kecuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim memang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

FAKTUR PAJAK DIGUNGGUNG ATAU FAKTUR PAJAK UNTUK PEDAGANG ECERAN

Sebagaimana diketahui, telah diatur dalam Pasal 21 ayat (2a) PER-03/PJ/2022, dikatakan bahwa faktur pajak digunggung atas penyerahan konsumen akhir oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang eceran bukanlah faktur pajak yang dibuat seperti faktur pajak pada umumnya dan harus diunggah maksimal pada tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun menegaskan bahwa hanya faktur pajak keluaran saja yang wajib diunggah ke aplikasi e-faktur oleh PKP paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan faktur. Jadi, ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak digunggung hanya diperuntukkan bagi PKP pedagang eceran dan hanya diberikan kepada penerima barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang memenuhi karakteristik konsumen akhir. Konsumen akhir sendiri adalah pembeli yang mengonsumsi langsung barang yang diterima dan tidak menggunakannya untuk kegiatan usaha.

PKP pedagang eceran tidak menggunakan e-faktur dalam pembuatan faktur pajak melainkan menerbitkan dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak. Maka, tidak ada kewajiban bagi PKP pedagang eceran untuk meng-upload faktur pajak dengan ketentuan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

faktur pajak digunggung adalah faktur pajak yang tidak mencantumkan identitas dan tanda tangan pembeli yang dibuat oleh PKP pedagang eceran. Istilah faktur pajak digunggung muncul karena ada kegiatan usaha yang sifat transaksi penyerahan BKP-nya tidak mewajibkan mencantumkan identitas. Kata digunggung sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata gunggung yang berarti jumlah, sejumlah, atau sebanyak. Jadi, boleh dikatakan juga bahwa faktur pajak yang dijumlahkan atau terdiri dari atas beberapa faktur pajak.

Terkait syarat untuk melakukan penyerahan BKP dan JKP yang menggunakan faktur pajak digunggung terdiri dari tiga syarat. Pertama, dilakukan di suatu tempat penjualan retail (seperti kios dan toko, supermarket, minimarket, departemen store, dll) atau tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi satu tempat konsumen akhir. Kedua, dilakukan tanpa di dahului penawaran tertulis, kontrak, lelang, dan sebagainya. Namun, langsung kepada konsumen akhir. Ketiga, umumnya pembayaran BKP/JKP dilakukan secara tunai. Khusus untuk BKP, penjual langsung menyerahkan BKP dan penjual langsung membawa BKP yang dibeli nya.

Selain itu, faktur pajak digunggung berbeda dengan faktur pajak gabungan. Hal itu dikarenakan faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau JKP yang sama selama satu bulan kalender. Artinya, faktur pajak gabungan tetap menunjukkan jumlah seluruh transaksi penyerahan antara satu PKP dengan PKP lainnya. Sedangkan faktur pajak digunggung berisi banyak transaksi dari banyak pembeli atau penerima jasa tanpa mencantumkan nama dan identitas pembeli atau penerima jasa.

Faktur pajak digunggung bisa berupa :
  • faktur penjualan/invoice,
  • bon,
  • kwitansi atau
  • tanda bukti pembayaran lainnya
Pengertian Pedangang eceran
PKP Pedagang Eceran umumnya menjual barang pada konsumen akhir ini dengan jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak, tapi dengan nilai yang relatif kecil. Sehingga, jika diperlakukan sama dengan PKP lainnya, akan membuat PKP Pedagang Eceran akan kesulitan dalam pembuatan dan pengelolaan Faktur Pajak.
Untuk itulah kebijakan pembuatan Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran ini berbeda dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak umum