Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Tampilkan postingan dengan label PPN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PPN. Tampilkan semua postingan

FAKTUR PAJAK DIGUNGGUNG ATAU FAKTUR PAJAK UNTUK PEDAGANG ECERAN

Sebagaimana diketahui, telah diatur dalam Pasal 21 ayat (2a) PER-03/PJ/2022, dikatakan bahwa faktur pajak digunggung atas penyerahan konsumen akhir oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang eceran bukanlah faktur pajak yang dibuat seperti faktur pajak pada umumnya dan harus diunggah maksimal pada tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun menegaskan bahwa hanya faktur pajak keluaran saja yang wajib diunggah ke aplikasi e-faktur oleh PKP paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan faktur. Jadi, ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak digunggung hanya diperuntukkan bagi PKP pedagang eceran dan hanya diberikan kepada penerima barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang memenuhi karakteristik konsumen akhir. Konsumen akhir sendiri adalah pembeli yang mengonsumsi langsung barang yang diterima dan tidak menggunakannya untuk kegiatan usaha.

PKP pedagang eceran tidak menggunakan e-faktur dalam pembuatan faktur pajak melainkan menerbitkan dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak. Maka, tidak ada kewajiban bagi PKP pedagang eceran untuk meng-upload faktur pajak dengan ketentuan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

faktur pajak digunggung adalah faktur pajak yang tidak mencantumkan identitas dan tanda tangan pembeli yang dibuat oleh PKP pedagang eceran. Istilah faktur pajak digunggung muncul karena ada kegiatan usaha yang sifat transaksi penyerahan BKP-nya tidak mewajibkan mencantumkan identitas. Kata digunggung sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata gunggung yang berarti jumlah, sejumlah, atau sebanyak. Jadi, boleh dikatakan juga bahwa faktur pajak yang dijumlahkan atau terdiri dari atas beberapa faktur pajak.

Terkait syarat untuk melakukan penyerahan BKP dan JKP yang menggunakan faktur pajak digunggung terdiri dari tiga syarat. Pertama, dilakukan di suatu tempat penjualan retail (seperti kios dan toko, supermarket, minimarket, departemen store, dll) atau tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi satu tempat konsumen akhir. Kedua, dilakukan tanpa di dahului penawaran tertulis, kontrak, lelang, dan sebagainya. Namun, langsung kepada konsumen akhir. Ketiga, umumnya pembayaran BKP/JKP dilakukan secara tunai. Khusus untuk BKP, penjual langsung menyerahkan BKP dan penjual langsung membawa BKP yang dibeli nya.

Selain itu, faktur pajak digunggung berbeda dengan faktur pajak gabungan. Hal itu dikarenakan faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau JKP yang sama selama satu bulan kalender. Artinya, faktur pajak gabungan tetap menunjukkan jumlah seluruh transaksi penyerahan antara satu PKP dengan PKP lainnya. Sedangkan faktur pajak digunggung berisi banyak transaksi dari banyak pembeli atau penerima jasa tanpa mencantumkan nama dan identitas pembeli atau penerima jasa.

Faktur pajak digunggung bisa berupa :
  • faktur penjualan/invoice,
  • bon,
  • kwitansi atau
  • tanda bukti pembayaran lainnya
Pengertian Pedangang eceran
PKP Pedagang Eceran umumnya menjual barang pada konsumen akhir ini dengan jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak, tapi dengan nilai yang relatif kecil. Sehingga, jika diperlakukan sama dengan PKP lainnya, akan membuat PKP Pedagang Eceran akan kesulitan dalam pembuatan dan pengelolaan Faktur Pajak.
Untuk itulah kebijakan pembuatan Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran ini berbeda dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak umum

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah di Indonesia diatur dengan UU No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang merupakan perubahan atas UU PPN No. 8 Tahun 1983.

Pajak pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN juga dapat diistilahkan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Di Indonesia sendiri menganut sistem tarif tunggal untuk PPN yaitu sebesar 11% (sebelas persen) berlaku sejak 1 April 2022 dan 12% (duabelas persen) berlaku 1 januari 2025.

Adapun karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah:
  • Pajak pertambahan Nilai merupakan pajak tak langsung.
Maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara merupakan pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak berkedudukan sebagai pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran ke kas Negara adalah pengusaha kena pajak yang bertindaak sebagai penjual barang kena pajak. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak pertambahan nilai iskus akan meminta pertanggungjawaban kepada penjual barang kena pajak atau pengusaha kena pajak, bukan kepada pembeli walaupun pembeli mungkin juga berstatus sebagai pengusaha kena pajak. 
  • Pajak objektif.
Pajak objektif merupakan pajak yang saat timbulnya kewajiban ditentukan oleh faktor objektif. 
  • Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak ganda.
Kemungkinan pengenaan pajak ganda dapat dihindari karena pajak pertambahan nilai dipungut atas nilai tambah saja. Dalam hal ini pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPN yang dibayar atas perolehan bahan baku/pembantu atau barang modal. Akibatnya pajak penjualan yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPN dengan peredaran bruto. 
  • Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dengan pajak keluaran.

Objek dan Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Objek pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Objek pajak yang bersifat spesifik dan sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Perpajakan, adalah sebagai berikut:

  1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  2. Impor barang kena pajak.
  3. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  4. Pemanfaatan jasa kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
  7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
  8. Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak pertambahan nilai yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak sehingga dikenakan pajak pertambahan Nilai (PPN). Namun pada pasal 4 UU No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Perpajakan  Bagian Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terdapat pengecualian jenis barang dan jasa yang dikenakan PPN.

Barang tidak kena PPN adalah sebagai berikut:
  • Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
  • Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Adapun jasa yang tidak dikenakan PPN adalah sebagai berikut:
  • Jasa di bidang keagamaan meliputi:
    1. Jasa pelayanan rumah ibadah;
    2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
    3. Jasa lainnya di bidang keagamaan.
  • Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
  • Jasa di bidang perhotelan meliputi:
    1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
    2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
  • Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jenis- jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian izin mendirikan bangunan (IMB), izin usaha perdagangan (IUP), nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP).
  • jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai denga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Subjek Pertambahan Nilai (PPN)
Subjek PPN adalah pengusaha dan pengusaha kena pajak. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021, pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Dalam UU yang sama diterangkan pula bahwa pengusaha tersebut yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan pe- nyerahan JKP tersebut mempunyai kewajiban sebagai berikut:
  1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
  2. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
  3. Menyetor PPN dan PPnBM yang berutang.
  4. Melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.

Pengertian - Pengertian Pada PPN

  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
  2. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
  3. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini.
  4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak.
  5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
  6. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak ber-dasarkan Undang-undang ini.
  7. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
  8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  9. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
  10. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  11. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
  12. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan men- jual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya.
  13. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, irma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, orga- nisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap.
  14. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean mela- kukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau me- manfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
  15. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- undang ini.
  16. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
  17. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Peng-gantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
  18. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang- undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  19. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut undang-Undang ini.
  21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
  22. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
  23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
  24. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
  25. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
  26. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eks- portir.
  27. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ataupenyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
  28. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.
  29. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan