Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah di Indonesia diatur dengan UU No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang merupakan perubahan atas UU PPN No. 8 Tahun 1983.

Pajak pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN juga dapat diistilahkan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Di Indonesia sendiri menganut sistem tarif tunggal untuk PPN yaitu sebesar 11% (sebelas persen) berlaku sejak 1 April 2022 dan 12% (duabelas persen) berlaku 1 januari 2025.

Adapun karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah:
  • Pajak pertambahan Nilai merupakan pajak tak langsung.
Maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara merupakan pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak berkedudukan sebagai pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran ke kas Negara adalah pengusaha kena pajak yang bertindaak sebagai penjual barang kena pajak. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak pertambahan nilai iskus akan meminta pertanggungjawaban kepada penjual barang kena pajak atau pengusaha kena pajak, bukan kepada pembeli walaupun pembeli mungkin juga berstatus sebagai pengusaha kena pajak. 
  • Pajak objektif.
Pajak objektif merupakan pajak yang saat timbulnya kewajiban ditentukan oleh faktor objektif. 
  • Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak ganda.
Kemungkinan pengenaan pajak ganda dapat dihindari karena pajak pertambahan nilai dipungut atas nilai tambah saja. Dalam hal ini pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPN yang dibayar atas perolehan bahan baku/pembantu atau barang modal. Akibatnya pajak penjualan yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPN dengan peredaran bruto. 
  • Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dengan pajak keluaran.