Blog yang berisi Peraturan Hukum di Indonesia

Tampilkan postingan dengan label hukum perdata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum perdata. Tampilkan semua postingan

HUKUM WARIS KUHPERDATA

Pengertian Hukum Waris
Hukum waris diatur dalam buku kedua Bab XII Pasal 830-1130 BW.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.

Pluralisme Hukum Waris yang berlaku di Indonesia
  • Hukum Adat, pada umumnya berlaku bagi orang indonesia asli
  • Bagi Orang-orang Indonesia yang beragama islam, diberbagai daerah dipengaruhi dari peraturan pewarisan islam
  • Bagi Orang-orang Arab pada umumnya berlaku seluruh hukum waris islam
  • Bagi Orang Cina dan Eropa (keturunan) berlaku hukum waris dalam KUHPerdata (BW)
Syarat Pewarisan:
  1. Ada pewaris yang meninggal dunia
  2. Ada harta warisan
  3. Ada ahli waris

Terjadinya Pewarisan (warisan terbuka)
Pasal 830 BW menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka seluruh harta kekayaannya beralih kepada ahli waris.

Dua Macam Pewarisan

  • Pewarisan karena Kematian = pewarisan undang-indang = pewarisan ab-intestato. (Ahli warisnya dinamakan ahli waris undang-undang = ahli waris ab-intestaat {a.i})
  • Pewarisan Testamenter = pewarisan berdasarkan surat wasiat = pewarisan ad-testamento. (Ahli warisnya dinamakan ahli waris testamenter = ahli waris surat wasiat)
Sistem Hukum Waris KUHPerdata
  • Sistem Pribadi : yang menjadi ahli waris adalah individual atau perseorangan
  • Sistem Bilateral : orang tidak hanya mewaris dari pihak bapak atau ibu saja tetapi dari kedua-duanya
  • Sistem Penderajatan : ahli waris yang derajatnya dekat menutup ahli waris yang derajatnya lebih jauh, untuk itu diadakan golongan ahli waris.
Penggolongan Ahli Waris dan Bagiannya
  • Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).
  • Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
  • Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
  • Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Syarat - Syarat Ahli Waris
  • Mempunyai hak terhadap harta peninggalan si pewaris, yang timbul karena:
    1. Hubungan darah (pasal 832 BW)
    2. Karena Wasiat (pasal 874 BW)
  • Ahli waris sudah ada dan masih ada saat pewaris (pemilik harta) meninggal dunia (pasal 836 BW), dengan tetap memperhatikan ketentuan dari pasal 2 BW, yang menyatakan bahwa anak yang masih dalam kandungan dianggap telah lahir jika kepentingan sianak itu menghendaki, jika dilahirkan mati maka dianggap tidak pernah ada.
  • Seseorang yang sudah meninggal dunia dan digantikan oleh keturunannya. Misal seorang kakek dapat mewariskan ke cucu, karena si anaknya sudah meninggal terlebih dahulu.
  • Ahli waris yang tidak dinyatakan tidak patut menerima warisan atau orang yang menolak harta warisan.
  • Cakap untuk menerima warisan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Cara Mewaris
  1. Mewaris karena Kedudukan Sendiri (Uit Eigen Hofde) atau karena haknya sendiri terpanggil menjadi ahli waris (pasal 832 jo. 874). pembagian warisannya secara kepala demi kepala. mereka adalah para ahli waris derajat1, derajat terdekat, suami/isteri, anak luar kawin dan para ahli waris testamenter.
  2. Mewaris karena Penggantian Tempat (Bij Plaatverulling) yaitu mewaris karena menggantikan seseorang yang mestinya mewaris tapi meninggal lebih dulu dari pewarisnya. Pembagiannya pancang demi pancang.

Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya Hukum Banding
Upaya hukum banding, kasasi, dan verzet termasuk dalam upaya hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.
Upaya hukum banding, kasasi, dan verzet masuk ke dalam dua upaya hukum, yatu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang ada di antara keduanya adalah bahwa pada asas upaya hukum biasa yaitu menangguhkan eksekusi. Sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi.

Upaya hukum biasa terdiri dari:
  • Banding
Banding yaitu salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri di mana putusan tersebut dijatuhkan. Pengajuan banding dapat diajukan sehingga putusan terhadap Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga belum dapat dieksekusi kecuali pada putusan Uitvoerbaar Bij Voorraad. Dasar hukum banding diatur dalam Pasal 188 sampai dengan Pasal 194 HIR (untuk Jawa dan Madura) kemudian Pasal 199 sampai dengan Pasal 205 Rbg (untuk luar Jawa dan Madura), serta Pasal 3 Jo. Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1951 UU Darurat No. 1 Tahun 1951. Pasal 188 sampai dengan Pasal 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura. 

Upaya hukum banding adalah sebuah upaya dari salah satu pihak baik pihak penggugat atau tergugat yang tidak menerima suatu putusan pengadilan karena merasa hak-haknya terserang oleh akibat adanya putusan itu.

Dasar hukum banding perdata tercantum dalam Pasal 199 Rbg, Pasal 6 UU 20/1947 dan Pasal 26 ayat (1) UU 48/2009, di mana yang dapat mengajukan permohonan banding adalah pihak yang bersangkutan.

Banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan diucapkan, apabila para pihak hadir pada saat putusan diucapkan oleh majelis hakim, atau 14 hari sejak pemberitahuan putusan apabila para pihak tidak hadir saat putusan dibacakan.

Apabila putusan yang diucapkan itu di luar kehadiran tergugat (putusan verstek), maka tidak dapat dimohonkan banding, melainkan perlawanan (verzet). Dalam permohonan banding, pembuatan memori banding tidaklah merupakan keharusan atau kewajiban. Yurisprudensi Putusan MA No. 39K/Sip/1973 tertanggal 11 September 1975 menyebutkan kaidah hukum memori banding dapat diajukan selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi.

  • Kasasi 
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung. Bila suatu permohonan kasasi terhadap Putusan Pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Terdapat beberapa alasan mengajukan kasasi, yaitu: 
  1. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
  2. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
  3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Dari alasan-alasan tersebut di atas, dapat dipahami di tingkat kasasi tidaklah diperiksa lagi tentang duduk perkaranya, melainkan tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti atau tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Pemeriksaan tingkat kasasi umumnya tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.  

Tugas Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi adalah menguji putusan pengadilan sebelumnya tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah ditetapkan oleh pengadilan sebelumnya.

Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari sejak putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi disampaikan kepada yang bersangkutan, serta 14 hari terhitung sejak menyatakan kasasi, pemohon wajib menyerahkan memori kasasi.

Berbeda dengan banding, memori banding bukanlah menjadi kewajiban bagi pemohon banding, akan tetapi dalam kasasi, memori kasasi adalah kewajiban bagi pemohon kasasi untuk diserahkan. Apabila memori kasasi itu tidak dibuat, permohonan kasasi akan ditolak.

  • Verzet
Verzet adalah salah satu upaya hukum biasa, yang diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu Putusan Pengadilan Negeri. Verzet dapat diajukan oleh seorang tergugat yang dijatuhi putusan Verstek namun upaya Verzet hanya bisa dilakukan satu kali bila terhadap upaya ini, tergugat dijatuhi putusan Verstek maka tergugat harus menempuh upaya hukum banding. Prosedur mengajukan Verzet dapat dilakukan dalam waktu 14 hari setelah putusan Verstek diberitahukan kepada tergugat sendiri jika putusan tidak diberitahukan kepada tergugat, maka perlawanan boleh diterima sehingga pada hari ke-8 setelah teguran yang tersebut dalam Pasal 196 HIR atau dalam 8 hari setelah permulaan eksekusi. Dalam putusan verzet, kedudukan para pihak tidak berubah yang mengajukan perlawanan tetap menjadi tergugat. Sedang yang dilawan tetap menjadi penggugat yang harus memulai dengan pembuktian.Upaya hukum banding, kasasi, dan verzet termasuk ke dalam upaya hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum yang dalam hal tertentu melawan putusan hakim.
Verzet adalah upaya hukum perdata terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap putusan tanpa hadirnya pihak tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet diatur dalam Pasal 125 ayat (3) jo. Pasal 129 HIR dan Pasal 149 ayat (3) jo. Pasal 153 Rbg. Perlawanan ini pada prinsipnya disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan.

Tenggang waktu mengajukan verzet menurut Pasal 129 ayat (2) HIR:

    1. Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak pemberitahuan putusan verstek diterima tergugat.
    2. Jika putusan verstek itu tidak diberitahukan ke tergugat, perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke-8 setelah teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu.
    3. Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan tergugat dapat diajukan sampai hari ke–8 sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua dalam Pasal 197 HIR.

Perlawanan terhadap putusan verstek diajukan seperti mengajukan surat gugatan biasa. Ketika perlawanan telah diajukan maka tertundalah putusan verstek dijalankan.

 

Upaya Hukum Luar Biasaa. 
  • Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan peninjauan kembali tidak menghalangi jalannya eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. 
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 kali, serta dapat dicabut selama belum diputus. Jika sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi. 
Permohonan peninjauan kembali atas putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan: 
  1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; 
  2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; 
  3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut; 
  4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; 
  5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; 
  6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. 
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan di atas adalah 180 hari untuk: 
  • yang disebut pada angka 1 sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat yang harus dibuktikan secara tertulis hari dan tanggal diketahuinya atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
  • yang disebut pada angkqa 2 sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
  • yang disebut pada angka 3, 4, dan 6 sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
  • yang tersebut pada angka 5 sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

 

  • Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)
Perlawanan pihak ketiga atau derden verzet adalah suatu perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tadinya tidak ada sangkut pautnya dengan perkara, akan tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut. 
Derden verzet atas sita jaminan dapat diajukan pemilik selama perkaranya belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu untuk dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan adanya kepentingan pihak ketiga dan secara nyata hak pihak ketiga telah dirugikan.



Upaya Hukum BandingDiajukan setelah 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah pembacaan putusan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan. [apabila hari ke-14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke-14 jatuh padda hari kerja berikutnya]Memori Banding hard copy dan soft copy (CD)Surat Kuasa KhususPanjar PerkaraRelass pemberitahuan putusan pengadilan (bagi yang tidak hadir)



UPAYA HUKUM BANDING
  1. Permohonan banding diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau setelah putusan diberi­tahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan
  2. Permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut harus ditolak dengan. membuat surat keterangan.
  3. Permohonan banding yang telah memenuhi prosedur dan waktu yang ditetapkan, harus dibuatkan akta pemyataan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon banding, serta tembusannya diberikan kepada pemohon banding
  4. Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh Panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana
  5. Permohonan banding yang diajukan harus dicatat dalam buku register induk perkara pidana dan register banding.
  6. Panitera wajib memberitahukan permohonan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
  7. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding, harus dicatat dan salinannya disampaikan kepada pihak yang lain, dengan membuat relas pemberitahuan/penyerahannya
  8. Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi, selama 7 hari pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara.
  9. Dalam waktu 14 (empat betas) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi
  10. Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, dan dalam hal sudah dicabut tidak boleh diajukan permohonan banding lagi
DOKUMEN KELENGKAPAN PERKARA BANDING:
  1. Surat permohonan banding dan Surat Kuasa apabila Terdakwa diwakili
  2. Akta Permohonan Banding Dalam Tenggang Waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan kepada pihak pemohon
  3. Akta Pemberitahuan permohonan banding
  4. Memori Banding, Akta pemberitahuan dan penyerahan Memori Banding
  5. Kontra Memori Banding, Akta pemberitahuan dan penyerahan Kontra Memori Banding
  6. Pemberitahuan Memeriksa Berkas (Inzage), Akta memeriksa berkas perkara (inzage)
  7. Salinan putusan
  8. Surat Pengantar Pengirim Berkas Ke Pengadilan Tinggi

Penyerahan (levering)

Penyerahan/ levering

Diatur dalam pasal 612 s/d 620 KUHPerdata.

Ada dua macam penyerahan:
  1. Feitelijke levering adalah Penyerahan yang nyata atas suatu benda, sehingga benda tersebut dialihkan ke dalam kekuasaan yang nyata dari pihak lawan.
  2. Juridische levering adalah Penyerahan milik beserta hak untuk memiliki suatu benda kepada pihak lainnya.
Penyerahan Benda Bergerak Ada tiga macam :
  1. Penyerahan Nyata (Feitelijke Levering), Diserahkan begitu saja tanpa melalui proses panjang.
  2. Penyerahan Kunci, Penyerahan benda bergerak yang terletak di dalam gudang.
  3. Tidak diperlukan penyerahan:
    • Traditio Brevu Manu/Penyerahan dengan tangan pendek: barang sudah ada ditangan pemilik baru.
    • Constitutum Possessorium penyerahan dengan melanjutkan penguasaan atas bendanya.
    • Levering Met de Lange Hand benda dikuasai oleh pihak ketiga, penyerahan hak hanya dengan perjanjian. Antara pemilik baru dan pemilik lama ada suatu perjanjian.
Penyerahan Benda Tidak Bergerak, Setiap peralihan hak harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dahulu dilakukan dihadapan Pejabat Balik Nama.

Benda bergerak tidak bertubuh, dilakukan dengan cessie, yaitu penyerahan dengan akta otentik atau dibawah tangan, yang memuat pemberitahuan adanya penyerahan atau pemindahan secara nyata dari yang berpiutang lama ke berpiutang baru.

BEZIT (ZITTEN)/ MENDUDUKI/ MENGUASAI

Bezit berasal dari bahasa belanda yaitu Zitten : Menduduki/ Menguasai.
Bezit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau perantara orang lain seakan - akan barang itu adalah miliknya, namun secara hukum belum tentu ia adalah pemiliknya.
Bezitter hanya menguasai secara materiil saja, belum tentu secara yuridis formil.

Unsur - unsur dalam bezit
  • Kekuasaan atas suatu benda (Corpus)
        Harus ada hubungan antara orang yang menguasi benda dengan bendanya.
  • Kemauan/ Kehendak untuk memiliki (Animus)
        Harus benar - benar murni, cakap untuk memiliki benda tersebut.

Pembagian Bezit ada 2 macam :
  1. Bezit beritikad baik adalah memperoleh dengan cara perolehan hak milik seperti penyerahan, pengambilan, pewarisan, dsb.
  2. Bezit beritikad buruk adalah memperoleh dengan cara merugikan orang lain, seperti barang hasil curian
Perlindungan terhadap bezitter yang beritikad baik dengan yang beritikad buruk adalah sama.
Asas kejujuran (itikad baik) dianggap ada pada setiap orang, sedangkan ketidakjujuran harus dibuktikan.

Cara Memperoleh Bezit
  • Occupatio (Pendakuan/ menduduki), misalnya mengambil ikan di laut, membuka hutan untuk sawah.
  • Traditio (Penyerahan), dari bezitter lama ke yang baru.
Hak Bezitter
Hak yang dimiliki oleh bezitter yang beriktikad baik:
  1. Dianggap sebagai pemiliknya sampai ada putusan hakim yang menyatakan sebaliknya.
  2. Memperoleh hak milik karena daluarsa
  3. Menikmati hasil dari barang yang dikuasainya.
  4. Mempertahankan dari gangguan pihak lain atau memulihkan kembali
Berakhirnya Bezit
  • Karena kehendak bezitter, yaitu dengan menyerahkan kepada orang lain atau meninggalkannya begitu saja.
  • Bukan karena kehendak bezitter :
    1. Pihak lain telah mengambilnya
    2. Obyek musnah karena bencana alam
    3. Dicuri pihak lain
    4. Hilang

Istilah Istilah dalam Hukum Acara Perdata

  • Gugatan Provisiional adalah permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
  • Eksepsi merupakan bagian dari jawaban Tergugat terhadap gugatan yang diajukan oleh Penggugat . Eksepsi pada pokoknya membuat bantahan – bantahan tertentu adalah suatu tangkisan atau sanggahan yang tidak berkaitan langsung pokok perkara. Eksepsi pada dasarnya mempersoalkan keabsahan formal dari gugatan Penggugat.
  • Rekonvensi merupakan upaya tergugat untuk menggugat balik penggugat dalam suatu perkara yang sama. Tuntutan balik ini dimungkinan untuk hukum perdata, gugatan rekonvensi dalam hukum perdata dapat diajukan untuk mengimbangi gugatan penggugat.
  • intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung antara kedua pihak yang berperkara dengan mengajukan gugatan intervensi.
  • Replik yaitu jawaban penggugat baik tertulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya, dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
  • Dalam hukum duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Duplik diajukan untuk meneguhkan jawaban yang umumnya berisi penolakan terhadap gugatan dan replik penggugat. Sama seperti halnya replik, duplik juga dapat diajukan secara lisan atau tertulis.
  • Kesimpulan merupakan suatu uraian megenai hasil-hasil sidang , yaitu penjabaran dari dalil-dalil yang telah disampaikan para pihak dalam jawab menjawab dikaitkan dengan alat bukti. Isi pokok dari kesimpulan adalah hal-hal yang menguntungkan para pihak sendiri.
  • Putusan Sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.
  • Putusan akhir adalah suatu putusan yang bertujuan mengakhiri dan menyelesaikan suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkat peradilan tertentu (pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung). Putusan Akhir dapat bersifat deklaratif, constitutief, dan condemnatoir.




Apakah Perjanjian Secara Lisan Sah Dimata Hukum?

Apakah Perjanjian Secara Lisan Sah Dimata Hukum?

Pada Pasal 1320 KUHPerdata tidak mengatur dan mewajibkan suatu kontrak atau perjanjian dibuat secara tertulis, sehingga perjanjian lisan juga mengikat secara hukum. Namun, tidak semua perjanjian dapat dilakukan secara lisan. Terdapat beberapa perjanjian yang harus dibuat secara tertulis dan tidak dapat dianggap sah jika tidak dibuat secara tertulis.

Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan, perjanjian dianggap sah dan mengikat para pihak jika memenuhi:
  1. Sepakatnya kedua belah pihak untuk mengikat diri dalam perjanjian.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
  3. Terdapat suatu hal tertentu didalam kontrak.
  4. Terdapat sesuatu sebab yang halal, yaitu tidak melanggar hukum yang berlaku.
Bagaiman cara pembuktian perjanjian lisan apabila terjadi perselisihan?
Terdapat 5 (lima) alat bukti yang diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 H.I.R, yaitu:
  1. Bukti tulisan.
  2. Bukti dengan saksi.
  3. Persangkaan, pengakuan, dan
  4. Sumpah
Sehingga jika terjadi perselisihan dalam suatu perjanjian, Anda dapat menggunakan perjanjian tersebut sebagai bukti yang sah dalam pengadilan.