Surat Pemberitahuan (SPT)
SPT dapat dikelompokkan menjadi:
Ø SPT masa
SPT masa
adalah jangka waktu
yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung,
menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu
tertentu sebagaimana ditentukan
dalam Undang-undang (UU KUP
pasal 1 huruf 7 tahun 2007). Singkatnya, SPT masa adalah pajak yang harus
dilaporkan melalui SPT masa adalah pajak yang harus dilaporkan ke Kantor
Pelayanan Pajak setiap bulan. Jenis pajak yang harus dilaporkan melalui SPT
Masa adalah PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, dan PPh
pasal 4(2).
Ø PT TahuNaN
SPT tahunan adalah surat
pemberitahuan untuk suatu jangka waktu satu tahun kalender kecuali jika wajib
pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Pada
dasarnya SPT Tahunan sama dengan SPT Masa, namun hanya dilaporkan selama satu
tahun pajak. Jenis pajak yang dilaporkan SPT Tahunan adalah PPh pasal 21, PPh
Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Orang Pribadi karyawan.
a.
Kewajiban SPT.
Sehubungan dengan pajak
penghasilan, wajib pajak mempunyai kewajiban sebagai berikut:
·
Melaporkan SPT Masa (bulanan).
·
Melaporkan SPT Tahunan.
·
Melakukan pelunasan utang pajak pajak yang ter-
cantum dalam Surat ketetapan Pajak dan Surat Keputusan lainnya.
b.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT).
Bagi wajib pajak PPh Surat
Pemberitahuan berfungsi sebagai berikut:
·
Sarana untuk melaporkan.
·
Sarana untuk mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
·
Sebagai
laporan tentang pemenuhan
pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pajak
atau bagian tahun pajak.
·
Sebagai laporan pembayaran dari pemotong atau
pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak OP atau badan lain dalam satu
masa pajak.
·
Sebagai laporan penghasilan yang merupakan objek
pajak dan/atau bukan objek pajak.
·
Sebagai laporan harta dan kewajiban.
c.
Penyampaian SPT.
Setiap wajib pajak dapat
menyampaikan SPT secara langsung
atau dimasukkan dalam
drop box di tempat- tempat yang
telah ditentukan, atau melalui pos secara tercatat ke
Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) setempat. Jika penyampaian
SPT melalui pos tercatat maka bukti pengiriman harus disimpan sebagai bukti
lapor bagi Wajib Pajak.
d.
Batas waktu pelaporan dan penyampaian SPT.
Waktu penyampaian
SPT ada batasnya. Berikut
adalah tabel tentang batas waktu penyampaian SPT:
No |
Jenis Pajak |
Batas Akhir Pelaporan |
1 |
SPT Masa PPh Pasal 21 |
20 hari setelah masa pajak berakhir |
2 |
SPT Masa PPh Pasal 23/26 |
20 hari setelah masa pajak berakhir |
3 |
SPT Masa PPh Pasal 23 |
20 hari setelah masa pajak berakhir |
4 |
SPT Masa PPN/PPnBM |
20 hari setelah masa pajak berakhir |
5 |
SPT Masa PPh Pasal 22 Badan tertentu |
20 hari setelah masa pajak berakhir |
6 |
SPT Masa PPh Pasal 22 Benda- harawan |
14 hari setelah masa pajak berakhir |
7 |
SPT Masa PPh Pasal 22 Bea Cukai |
7 hari setelah masa pajak bera- khir |
8 |
SPT Masa PPN/PPnBM Bea Cukai |
7 hari setelah masa pajak bera- khir |
9 |
SPT Tahunan PPh OP |
3 bulan setelah akhir tahun pajak |
10 |
SPT Tahunan PPh Badan |
4 bulan setelah akhir tahun pajak |
11 |
SPT Tahunan PPh Pasal 21 |
3 bulan setelah akhir tahun pajak |
e.
Sanksi Administrasi
SPT yang tidak disampaikan atau
disampaikan namun tidak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh
wajib pajak, maka wajib pajak tersebut dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp
500.000 untuk SPT Masa pajak
pertambahan Nilai, sebesar Rp 100.000 untuk SPT masa lainnya, dan sebesar Rp
1.000.000 untuk SPT tahunan Pajak penghasilan Wajib Pajak Badan serta sebesar
Rp 100.000 untuk SPT tahunan pajak penghasilan Wajib pajak orang pribadi.Namun,
sanksi tersebut di atas tidak berlaku untuk:
·
Wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia.
·
Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
·
Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan
lagi di Indonesia.
·
Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan
usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
·
Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
·
Wajib pajak yang terkena bencana, yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
·
Wajib pajak lain yang diatur dengan atau
berdasarkan
·
Peraturan Menteri Keuangan.
f.
Pembetulan SPT.
Wajib pajak dapat melakukan
pembetulan SPT atas kemauan sendiri. Namun, saat melakukan pembetulan SPT,
Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut ini:
1.
Apabila pembetulan SPT dilakukan sebelum
tindakan pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak maka persyaratan
pembetulan pajak:
·
Menyampaikan persyaratan secara tertulis;
·
Melunasi pajak yang kurang bayar; dan
·
Ditambah dengan sanksi admnistrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua
persen) sebulan atas
jumlah pajak yang kurang bayar dan dihitung sejak saat penyampaian SPT
terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT.
2.
Apabila pembetulan SPT dilakukan sesudah
tindakan pemeriksaan, maka persyaratannya:
·
Sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
·
Mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya
tersebut;
·
Melunasi
kekurangan pembayaran jumlah
pajak yang sebenarnya terutang; dan
·
Ditambah
dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak
yang kurang bayar.
3.
Apabila
pembetulan SPT terjadi
sesudah jangka waktu pembetulan
SPT berakhir jika ada kejadian- kejadian:
·
Belum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak;
·
Mengungkapkan
dalam laporan tersendiri
ten- tang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sehingga
mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau rugi
berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil, atau jumlah harta menjadi
lebih besar, atau jumlah modal menjadi lebih besar;
·
Melunasi
kekurangan pajak yang
kurang bayar; dan
·
Ditambah
dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh
persen) dari pajak yang kurang bayar.