Setiap subjek hukum wajib tunduk pada
hukum. Apabila yang bersangkutan
dinyatakan telah melanggar hukum, maka seluruh proses hukum harus dilakukan
di bawah yurisdiksi sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian,
konsekuensi etis dari ketiadaan
pilihan bagi para pesakitan
hukum
tersebut adalah suatu tuntutan ketaatan etika profesi yang sangat tinggi bagi para penyandang profesi hukum.
Intensitas ketaatan ini bahkan lebih tinggi daripada
profesi manapun
di dunia ini, termasuk jika dibandingkan dengan
profesi
dokter yang
sama tua
usianya dengan profesi hukum. Penyandang profesi hukum yang berani melanggar
etika profesinya tidak saja melukai
rasa
keadilan individu dan masyarakat,
melainkan juga mencederai sistem hukum negaranya secara keseluruhan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, etika profesi hukum menjadi sangat penting untuk dipelajari, terlepas bahwa di luar etika profesi pun sudah tersedia ajaran-ajaran moral (contoh ajaran agama) yang juga mengajarkan kebaikan. Kehadiran etika, termasuk etika profesi tetap diperlukan karena beberapa alasan berikut:
- Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral, sehingga kita bingung harus mengukuti moralitas yang mana.
- Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandangan- pandangan moral tradisional.
- Adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang masing-masing dengan ajarannya sendiri mengajarkan bagaimana mmanusia harus hidup.
- Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak diperlukan untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, di lain pihak mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Catatan nomor terakhir yang disampaikan oleh Magnis-Suseno dari uraian tersebut memberi penekanan bahwa kendati ajaran moral dalam agama sudah eksis, namun etika dan etika profesi tetap memegang paranan yang tidak kalah pentingnya. Hal ini terjadi karena agama sendiri memerlukan ketrampilan beretika agar dapat memberikan orientasi dan bukan sekedar indoktrinasi. Empat hal yang melatar belakangi etika dalam beragama adalah sebagai berikut:
- Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moralitas agama sebagai contoh dalam pertanyaan, “mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu?”
- Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan
- Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
- Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.
Oleh karena
perjalanan
profesi hukum
adalah
perjalanan yang sangat
dinamis, maka jelas bahwa dalam praktik akan ditemukan hal-hal baru yang tidak
sepenuhnya teratasi hanya melalui pendekatan
ajaran-ajaran moral agama. Etika
profesi hukum, dengan segala dasar-dasar rasionalitas
yang melatarbelakanginya akan sangat membantu
membuka
jalan pemecahan
yang dapat diterima semua
pihak dari berbagai kalangan.
Sedangkan
tujuan dari mempelajari etika
tersebut adalah untuk
mendapatkan konsep
mengenai
penilaian
baik buruk
manusia sesuai dengan norma-norma
yang
berlaku. Pengertian baik yaitu segala perbuatan yang baik,
sedangkan pengertian
buruk yaitu segala perbuatan
yang
tercela. Tolak ukur yang
menjadikan norma-norma yang berlaku
sebagai
pedoman tidak terlepas dari hakikat dari keberadaan norma-norma itu sendiri, yakni untuk mencipatakan suatu
ketertiban dan keteraturan
dalam berpolah tindak laku seseorang dalam bermasyarakat.
Masyarakat dengan
tingkat ketertiban
dan keteraturan yang tinggi dapat tercipta apabila tiap individu yang merupakan bagian dari masyarakat dapat melaksaknakan etika sebagaimana telah disepakati dalam kelompok tersebut
mengenenai etika atau perbuatan baik mapun buruk yang seharusnya
dilakukan dan yang tidak dilakukan. Hal ini dapat dicontohkan dengan etika umum yang
secara universal diakui sebagai suatu hal yang buruk, yakni perbuatan
mencuri. Mencuri
merupakan
suatu perbuatan buruk
dan
tidak sesuai dengan
etika.
Apabila seseorang melakukan
perbuatan mencuri maka akan merusak ketertiban dan keteraturan
yang ada dalam suatu masyarakat,
di mana hak seseorang
(korban) yang seharusnya dapat dinikmati oleh dirinya namun direnggut oleh orang lain (pelaku).
Dalam
hal
ini
tujuan
dari adanya
etika
tersebut telah
diabaikan oleh si pelaku sehingga menimbulkan ketidakteraturan.
Selain suatu etika yang dianut secara umum pada seluruh umat manusia di
dunia, terdapat pula etika yang hanya berlaku pada suatu kelompok tertentu. Yang artinya nilai baik dan buruk tersebut terbatas pada kelompok
yang mengakui dan
menyepakatinya. Dapat dicontohkan misalnya bagi orang Jawa dikatakan beretika
(memiliki etika) apabila makan dilakukan dengan duduk, apabila dilanggar
maka akan dianggap tidak memiliki
etika dan dianggap buruk. Namun hal ini tidak belum tentu berlaku bagi kelompok masyarakat di luar masyarakat Jawa. Contoh lain terkait etika yang dipadankan dengan moralitas misalnya adalah bagi
masyarakat Indonesia apabila seorang laki-laki dan wanita yang tidak memiliki hubungan keluarga bahkan pernikahan tinggal dalam satu rumah yang sama
maka akan dikatakan melakukan perbuatan tidak beretika atau tidak bermoral (di Indonesia dikenal dengan istilah kumpul kebo). Yang menjadi alasan adanya label demikian
adalah budaya yang telah disepakati baik secara langsung atau berkembang sebagai kebiasaan sejak nenek moyang masyarakat
Indonesia menyatakan bahwa perbuatan yang demikian itu dilarang adat dan dianggap tidak beretika. Namun hal ini dianggap perbuatan biasa
bagi budaya barat dengan era modernisasinya. Laki-laki dan wanita bisa tinggal dalam rumah yang sama
meskipun tidaka ada hubungan pernikahan yang sah, bahkan terdapat Negara
terterntu yang mengijinkan warga negaranya memiliki anak tanpa adanya
pernikahan yang sah dibawah hukum yang berlaku. Hal yang demikian berpegang
pada pedoman bahwa tiap-tiap individu ada merdeka dan bebas melakukan
hal apapun untuk dirinya selama tidak menyinggung hak orang lain.
Dari pemaparan alasan yang melatarbelakangi
serta tujuan mempelajari etika,
sampailah
kita pada fungsi dari mempelajari
etika itu sendiri.
Etika
berfungsi untuk dijadikan
pedoman dalam melakukan
tingkah laku, menjadi batasan-batasan
atas suatu perbuatan yang fungsinya adalah menciptakan suatu ketentraman bagi para individu
selaku unsur terkecil dalam masyarakat. Ketentraman dapat
tercipta apabila
dalam suatu kelompok
terlebih dahulu berhasil
mencapai tujuan dari mempelajari etika itu sendiri sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya yakni agar individu dapat semaksimal
mungkin mengusahakan
terciptanya keadilan. Apabila keadilan dapat tercapai maka tiap-tiap individu tidak akan merasakan suatu hal yang dapat menganggu kehidupannya,
hal ini kemudianlah yang diartikan sebagai ketentraman.Suasana kehidupan yang
harmonis, damai,
teratur, tertib dan sejahtera akan tercipta
pula.