Etika berasal daribahasa
Yunani ethos dengan bentuk jamaknya yakni
(ta etha),
yang berarti
kebiasaan.
Etika
sering dipadankan
dan
dikenal dengan
kata “moral” atau “moralitas” yang
berasal
dari
bahasa
latin, yaitu mos dengan bentuk jamaknya yakni
(mores), di mana
artinya juga sama
yakni
kebiasaan.
Sumaryono (1995) mengemukakan makna dari etika, menurut beliau etika berasal
dari bahasa Yunani yakni Ethos yang memiliki arti yakni adat istiadat yang baik.
Pemadanan
makna antara etika dengan moral bukanlah hal
yang
salah, namun kurang tepat. Hal ini dikarenakan
etika memiliki makna yang lebih luas
daripada moral. Etika memiliki
arti tidak hanya terbatas pada suatu sikap tindak dari seseorang namun juga mencangkup
motif-motif seseorang melakukan sikap tersebut. Berbeda halnya dengan moral yang terbatas pada sikap tindak lahiriah
seseorang saja.
Masyarakat
Indonesia memiliki kebiasaan
tersendiri dalam hal peyebutan
etika, yakni
“susila” atau
“kesusilaan”. Kesusilaan berasal dari
bahasa Sangsekerta, yang terdiri dari dua suku kata yakni su dan
sila. Kata su berarti bagus, indah, cantik. Sedangkan
silamemiliki
arti adab, kelakuan,
perbuatan adab (sopan santun dan sebagainya), akhlak, moral. Dari dua arti suku kata tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa “susila” merupakan suatu kelakuan atau
perbuatan yang baik dan sesuai dengan norma-norma maupun kaidah yang ada
dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam agama Islam, etika
merupakan bagian
dari
akhlak. Hal
ini dikarenakan tidak hanya berkaitan
dengan perbuatan manusia secara lahiriah
namun juga keterkaitannya
dengan akidah, ibadah dan syari’ah oleh karenanya memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian
etika yang dikemukakan sebelumnya. Abdullah
Salim berpendapat bahwa dalam Islam
terdapat akhlak islami mencangkup hal-hal sebagai berikut:
1. Etos, yang mengatur hubungan seseorang dengan Khaliknya, al ma’bud bi haq serta kelengkapan uluhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-rasul Allah, Kitab-nya dan sebagainya;
2. Etis, yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya dalam kehidupan sehari-harinya;
3. Moral, yang mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan atau menyangkut kehormatan tiap pribadi;
4. Estetika, rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya, agar kebih indah dan menuju kesempurnaan.
Dengan mengikuti
penjelasan
dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang dirasa
belum
mampu
menjelaskan secara komprehensif
maka K.
Bertens berusaha
menjelaskan kembali
makna
dari
etika
dengan
menyatakan bahwa etika dapat dibedakan dalam tiga arti yakni :
1. Etika dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseoarang atau suatu kelompok dalam mengatur perilakunya. Contohnya etika suku Indian, etika agama Budha, dan etika Protestan.
2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Contohnya adalah kode etik suatu profesi.
3. Etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Apa yang disebutkan terakhir ini sama artinya dengan etika sebagai cabang filsafat.
Pengertian etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K. Bertens sebenarnya mengacu pada pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai sistem nilai. Jika kita berbicara tentang etika profesi hukum, berarti kita juga bicara tentang sistem nilai yang menjadi pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang baik dan yang buruk menurut nilai-nilai profesi itu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu norma tertulis, yang kemudian disebut kode etik. Jadi, kiranya cukup jelas apabila etika diartikan dalam dua hal, yaitu: etika sebagai sistem nilai dan etika sebagai ilmu, atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat.